Bab 124. Ekstra Part ⁵

1.8K 563 52
                                    

Mungkin, Dian Hanifah akan menandai momentum itu dengan sangat baik dalam ingatannya dan menemukan sisi lain dari seorang Gempar Merapi Pramoedya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Mungkin, Dian Hanifah akan menandai momentum itu dengan sangat baik dalam ingatannya dan menemukan sisi lain dari seorang Gempar Merapi Pramoedya.

Pemuda itu belum sepenuhnya bisa menguasai dirinya ketika Dian menariknya melewati garis kuning yang dipasang oleh pihak kepolisian. Garis kuning itu membuat Gempar dan Dian menjadi sedikit lebih tenang setelah mereka merasa bahwa mereka baru saja melakukan penantian panjang saat menunggu para petugas datang.

Namun, tidak ada yang keluar dari mulut mereka walaupun mereka sangat lelah menunggu polisi datang. Gempar bahkan seakan tidak memiliki kekuatan untuk turun. Dia dan Dian bersandar pada pembatas rooftop dan menunggu. Mereka baru turun dengan tangga darurat setelah nyaris sejam menunggu. Atau, setelah mereka akhirnya berdebat kecil dengan polisi yang mengira mereka hanya dua orang anak muda yang melakukan prank dengan menelpon 123 dengan situasi darurat.

"Mau teh panas, Mas?"

Gempar menoleh ke arah Dian dan menggeleng. "Nanti saja."

Mereka lalu menatap ke arah selasar depan bagian kiri mall yang disterilkan. Menunggu kali ini menjadi hal yang menegangkan. Setelah dengan susah payah mereka menjelaskan keadaan darurat mereka, polisi baru bergerak beberapa menit kemudian.

"Bapak dan Pakde, Mas."

Gempar menoleh dan mendapati bapaknya dan pakdenya memasuki area selasar dari arah gerbang utama. Mereka pasti memarkir mobil di jalan. Gempar mengangguk ketika bapaknya melambai ke arahnya. Belum banyak waktu untuk bicara dan Gempar memilih membalas lambaian bapaknya dengan anggukan. Dan berturut-turut, Mbak nya dan Mbak Dida datang dan bergabung dengan mereka. Tempat itu akhirnya penuh dengan keluarga Pananggalih dan Danurwendo ketika Ankaa datang bersamaan dengan Mas Ilman.

Suasana mencair namun selamanya Gempar akan memaknai itu sebagai sebuah kejadian besar dalam hidup yang membuatnya syok. Dia tidak melepaskan tangan Dian yang duduk di sampingnya bahkan ketika ibunya datang bersama dengan dokter Gemintang.

"Mas...belum tentu juga yang di dalam sana itu...manusia...Pak Baco."

Gempar menoleh ke arah Dian yang baru saja berbisik pelan di telinganya. Dia menghela napas dan menggeleng. "Bukan itu yang Mas pikirkan sekarang...tapi mengapa kamu bisa sejauh itu...pemikiran kamu soal konstruksi bangunan itu..." Gempar menunjuk ke atas dengan dagunya. Dia juga berbisik pelan ke arah Dian.

"Hiish...iseng Mas. Lagi pula Mbak Kiko pernah membicarakan ini sama aku kok. Tentang kecurigaannya. Dan berita tentang aroma yang ganjil di mall ini juga menyebar. Banyak orang yang tahu."

"Lama-lama kamu mirip ibu..."

Dian menunjuk hidungnya sendiri dan tawa terlihat tertahan di bibirnya. "Semua orang kan sibuk. Dan aku iseng. Itu saja. Ingat, belum tentu yang di dalam sana itu manusia. Siapa tahu kucing atau musang...atau biawak yang terjebak. Huum? Setuju kan?"

PINK IN MY BLUEWhere stories live. Discover now