Bab 89. Lamaran yang Terucap Tiba-tiba

2K 548 111
                                    

"Mereka sudah hancur tanpa kamu menghancurkannya, Mas

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Mereka sudah hancur tanpa kamu menghancurkannya, Mas. Memiliki Bapak seperti...Sri Roso itu tidak mudah buat mereka."

"Kamu membela mereka?"

"Ya karena...Mas intinya mereka salah apa sama Mas?"

"Kesalahan mereka tidak ada. Hanya karena mereka adalah anak-anak Sri Roso. Aku hanya mencegah agar mereka tidak berbuat seperti Bapak mereka."

"Mas..."

"Apa kamu baru saja bertemu dengan seseorang hingga kamu menjadi pintar seperti ini? Kamu bertemu seseorang ketika aku sedang pergi?"

"Tidak, Mas...hanya saja, lihatlah Ilman itu. Farel memiliki keturunan yang baik. Dan anak kita mencintainya."

"Itu hal yang mustahil terjadi. Pernikahan Kinanti dan Ilman itu bagian dari rencana balas dendam ku, tapi semuanya hancur. Dan apa kamu pikir Ilman masih sudi menikahi Kinanti setelah tahu semuanya?"

"Jadi hentikan, Mas. Hentikan."

"Kamu yang sakit hati. Kamu yang minta membalaskan dendam kamu pada Sri Roso keparat itu. Kita masing-masing adalah algojo untuk dendam kita. Kita tidak bisa mundur."

Lanjar Nastiti menunduk dan dia menurut saja ketika Sanusi Baco menariknya masuk ke kamar. Wanita itu tidak lagi kaget dengan isi kamar di mana dia berdiri sekarang dan tanpa diperintah lagi, dia duduk di sebuah kursi dan membiarkan Sanusi Baco memasangkan sebuah alat seperti penutup kepala yang terhubung ke sebuah mesin dengan banyak kabel. Dengan gerakan cekatan, Sanusi Baco memasang pengikat di kedua kaki dan tangan Lanjar Nastiti.

Proses itu tidak lagi menyakitkan seperti ketika pertama kali dilakukan. Ketika Sanusi Baco menaikkan beberapa panel maka Lanjar Nastiti perlahan mengejang seakan ada gelombang listrik skala kecil menjalar ke seluruh tubuhnya.

Mata Lanjar Nastiti terpejam namun dia sudah menghafal apa yang akan dikerjakan oleh Sanusi Baco. Pria itu akan meraih sebuah buku tebal bersampul coklat kayu dan duduk di depannya lalu dia akan menyilangkan kaki dan menghela napas panjang.

Hal yang nyatanya benar-benar terjadi. Sanusi Baco melakukan hal yang sama persis yang di batin oleh Lanjar Nastiti. Pria itu meraih buku di atas meja dan duduk di depannya. Menghela napas panjang dan berdiam diri beberapa saat sebelum akhirnya pria itu membaca bukunya.

Setiap kalimat seakan menjadi sebuah doktrin seiring arus listrik yang naik tipis-tipis. Nada naik turun terdengar mengalun seperti sebuah perintah yang harus dikerjakan atau Lanjar Nastiti akan mendapatkan hukuman ketika dia tidak menuruti apa yang diucapkan oleh Sanusi Baco.

"Dendam itu. Kamu pemilik sebenarnya. Aku, Sanusi Baco adalah jalanmu membalaskan dendam kamu pada keluarga Danurwendo."

Kata-kata itu terpatri sangat dalam. Seperti sebuah palu yang ditancapkan dengan bor listrik ke dalam sebuah kayu. Neuron otak Lanjar Nastiti bersilangan. Dalam beberapa menit saja dia sudah memiliki kesadaran yang berbeda dari sebelumnya.

PINK IN MY BLUEWhere stories live. Discover now