Bab 118. Mimpi yang Tumpang Tindih

1.8K 545 70
                                    

"Apa sih, Dek

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Apa sih, Dek..."

"Eyang loh, Mas...ada meja sesajen di kamar kosong..."

Ankaa menghela napas. "Di sana itu sebagian besar abdi dalem memang yang sepuh-sepuh, Dek. Dan mereka masih melakukan sesaji tiap malam Jum'at Kliwon. Apalagi ini sudah mau masuk bulan Suro."

"Oya?" Kiko mencoba mengingat-ingat penanggalan Jawa dan bergumam lirih. "Iya, sih..."

"Memang iya."

"Eyang menanyakan apa Mas Ankaa sehat? Apa coba? Aneh tidak sih?"

"Loh...orang saling menanyakan kabar anehnya di sebelah mana?"

"Mas kok mendadak skeptis?"

"Tentu saja tidak. Mana berani Mas begitu? Mas percaya sama Simbah Kakung." Ankaa tertawa dan mengacak rambut Kiko dan gadis itu segera meniupkan rambutnya yang acak-acakan di wajahnya.

"Tapi Mas tidak apa-apa kan?"

"Tidak. Masih ada sisa-sisa sakit yang kemarin itu tapi tidak menggangu kok."

"Baik-baik ya, Mas. Tiga hari lalu loh ada idol meninggal karena over time kerja."

"Innalilahi wa innailaihi roji'un."

"Iya. Patah hati aku tuh. Suaranya bagus. Orangnya keren."

"Huum..." Ankaa mengangguk-angguk karena Kiko terlihat serius.

"Mas jaga kesehatan ya."

"Iya, Dek."

"Habiskan makannya."

"Iya."

Kiko menumpukan kedua tangan di meja kafetaria dan memperhatikan Ankaa yang makan dengan lahap. Dia melirik ponselnya yang berbunyi. Kiko menggulirkan papan pesannya.

"Duh Gusti. Mbak Kinan ke Alamanda Bantul, Mas."

Ankaa yang menggigit sepotong udang mendongak. "Heh? Bikin ribut?"

"Tidak. Tapi Mas Ilman minta kita ke sana kalau sempat dan kalau tidak Mas Ilman minta ketemu di rumah. Kelihatannya kok serius ya Mas?"

Ankaa tidak menanggapi apa yang Kiko ucapkan namun dia segera menghabiskan makan siangnya yang sangat terlambat. "Kita ke sana sekarang. Atau...kamu mau balik kantor lagi?"

Kiko menggeleng dan meraih tasnya. "Tidak, Mas. Ayo."

Mereka beranjak dan berjalan keluar dari kafetaria. Meninggalkan mobilnya sendiri di halaman parkir, Ankaa meminta kunci dan mereka segera melaju mengarah ke Bantul.

Perjalanan menuju Bantul itu tak urung membuat penasaran walaupun Kinanti sering membuat ulah. Kiko dan Ankaa mulai berspekulasi. Dan mereka baru menghentikan pembicaraan ketika Ankaa membelokkan mobil memasuki area parkir Alamanda Bantul.

PINK IN MY BLUEWhere stories live. Discover now