Bab 86. Berkorban Laksana Tumbal

1.7K 559 77
                                    

"Tunggu dulu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


"Tunggu dulu. Katanya tidak enak badan kok malah mau kerja?"

"Bukan berarti ya Mas...tidak enak badan terus manja-manja. Lagipula sudah sampai sini."

"Tubuh itu ada hak buat istirahat. Jangan semena-mena."

Kiko menggeleng dan mendorong pelan tubuh Ankaa. Pemuda itu bergeming. "Bisa dibatalkan kok, Dek."

"Apanya?"

"Pekerjaan dari..."

"Masalahnya itu rekomen dari kamu Mas Ankaa." Kiko mendongak menatap Ankaa dan tak berkedip sampai kemudian pemuda itu mencium sudut bibirnya kecil. Kiko terhenyak dan mengerjap. Dia menghela napas, dan mencoba beringsut dari depan Ankaa.

"Dia bertanya Mas menjawab."

"Ya kan tidak harus kamu jawab arsiteknya aku kan Mas..."

"Dia bertanya : "Mas, tahu arsitek yang bagus tidak?"

"Banyak yang bagus. Bapak dan teman-temannya..."

"Tapi Mas kepikiran kamu. Lagipula Bapak kan sibuk."

"Gugup atau apa kamu di depan Dokter Mia sampai tidak bisa memikirkan yang lain? Heh? Mas Arlo misalnya..."

"Nanti aku cemburu kalau dipegang Mas Arlo..."

"Loh..." Kiko mundur selangkah. "Cemburu Dokter Mia nanti dekat-dekat Mas Arlo?"

Ankaa tertegun. "Bukan."

"Lah tadi bilangnya cemburu."

"Maksudnya Mas, nanti Mas Arlo bakalan sering kemari. Dia pasti banyak minta pendapat sama kamu kalau tahu Dokter Mia itu satu kerjaan dengan Mas."

Kiko mencebik lirih dan beringsut melewati Ankaa. Dia merunduk menyalakan laptop dan menggeser kursi kerjanya. "Asik lah satu kerjaan." Kiko membetulkan letak kacamatanya tanpa menoleh.

"Ada apa ini?" Ankaa memutar kursi kerja Kiko dan membuat gadis itu mendongak ke arahnya.

"Tidak ada apa-apa. Mbak Dida bilang Dokter Mia itu anaknya Pak Direktur Utama Rumah Sakit."

"Ya terus kenapa?"

"Aku belum menemukan ada apanya itu."

"Jangan berpikir aneh-aneh."

"Huum...tidak bisa."

"Tidak usah menyusun skenario."

"Skenarionya itu aku yang setia, sementara kamu Mas..." Suara Kiko menggantung. "...entahlah..."

"Kok ngomongnya seperti itu sih?"

Kiko menggeleng dan tertawa sumbang. "Entahlah, aku susah sekali percaya diri."

Memilih tetap menyalahkan diri sendiri dan menatap Ankaa lekat. Pemuda itu terlihat mencoba memahami sikapnya.

"Kamu tidak melakukan apapun sudah terlihat percaya diri."

PINK IN MY BLUEWhere stories live. Discover now