Bab 52. Lari

2K 599 166
                                    

"Diam di sini, Kaa

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


"Diam di sini, Kaa. Bapak bilang jangan masuk dulu."

Ankaa bersedekap di depan pintu dan menoleh ke arah Kiko dan kakaknya. Alisnya naik dan dia berpikir bagaimana mungkin kakaknya begitu tenang sementara di dalam sana, di ruang tamu, seseorang yang berbahaya sedang bertamu.

Kiko yang sejak tadi menggenggam ponselnya bergumam lirih. "Mas Ilman tidak membalas pesanku, Mbak." Kiko merunduk ke arah Mbak Dida dan memperlihatkan ponselnya.

"Tadi lowbatt. Coba ditelpon saja siapa tahu sedang mengisi baterai."

Kiko mendongak. "Mas Ankaa habis pergi dengan Mas Ilman?"

"Iya." Ankaa mengangguk dan dia beringsut ke dekat pot dengan tanaman bambu Jepang di dekat pilar rumah. "Ada yang harus kita bicarakan tapi ternyata orangnya justru kemari. Padahal tadi siang, Pak Baco ada di Medari..."

Dida menggeleng ke arah Ankaa dan menggeleng samar. Kiko melakukan hal yang sama, namun Dida segera menggenggam tangannya. Suara-suara datang dari arah dalam.

"Ibu..." Kiko ingin menggapai Ibunya yang terlihat putus asa. Pandangan Kiko lalu bertemu dengan mata Sanusi Baco yang memegangi tangan anak perempuannya.

"...ini seharusnya bisa dibicarakan lagi, Pak Baco."

"Saya tidak menyukai sebuah acara tawar menawar dalam hal ini, Bu Dian Agni. Saya permisi."

"Tidak ada yang perlu dibicarakan lagi Dian Agni."

Kiko menoleh ke arah Pakdenya yang berdiri di samping Ibunya. Reflek Kiko meraih lengan Pakdenya itu untuk membuat pria itu tenang. Dia menyadari banyak hal terkait Pakdenya selama ini. Pria itu jelas menarik diri dari kehidupan yang ramai dan memilih menjalani hidup dengan sederhana dan lebih mendekatkan diri pada Sang Pencipta. Membuatnya marah sekarang adalah hal cukup sulit dilakukan, tapi ketika seseorang menyulitkan keluarganya, naluri melindungi dari Pakdenya itu menyeruak kuat. Terlihat dari kata-kata tegas yang keluar dari mulutnya. Dia yang menolak mengikuti permainan licik Sanusi Baco.

Suasana menjadi semakin tegang setelah kalimat sederhana yang keluar dari seorang Farel Muhammad. Semua mata akhirnya menatap Sanusi Baco yang menarik tangan Kinanti yang terlihat kebingungan. Mereka menuruni undakan teras dan berjalan ke mobilnya. Sanusi Baco menyopiri sendiri mobil itu yang segera melaju cepat meninggalkan kediaman Pananggalih.

"Mas..."

Kiko menoleh lagi ke arah Ibunya. Dia yang baru saja terbengong menatap kepergian Kinanti dan Bapaknya memeluk Ibunya erat.

"Kita istirahat dulu, Dek. Ada yang lebih penting untuk kamu urus sekarang."

"Kita tidak bisa menyetujui begitu saja permintaan orang itu Mas. Bagaimana mungkin Ilman menikahi Kinanti? Apa yang ada di pikiran orang itu sampai tetap nekat seperti itu?"

Semua membeku. Kiko menoleh ke arah Mbak Dida yang mematung. Ankaa juga terdiam tanpa berkata apapun. Pakde Farel masih memicing menatap gerbang rumah yang sudah tertutup. Pria itu lalu menepuk pundak Banyu Biru dan mengangguk ke arah Dokter Angger lalu berjalan meninggalkan teras menuju paviliun.

PINK IN MY BLUEWhere stories live. Discover now