Bab 39. Masa Lalu Yang Belum Selesai

1.7K 557 111
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Hujan baru saja dimulai. Langit yang pekat menyiratkan hujan akan turun cukup lama. Suasana menjadi canggung bukan antara Kiko dan Ankaa, tapi antara Ilman dan Dida yang tidak tahu harus berbicara apa saat melihat Kiko kembali ke meja kerjanya dan menyalakan laptop. Dida menoleh dan menatap Ankaa yang terlihat berdiri di depan jendela berdua dengan seorang gadis. Gadis yang memakai payung putih bening. Pemandangan yang memiliki vibes drama Korea dengan genre romantis. Itu akan terlihat menarik seandainya Ankaa dan gadis itu adalah tokoh utama.

"Siapa?" Ilman bertanya lirih pada Dida yang menoleh ke arah pintu tembusan. Sosok Arlo sedang berbicara dengan seorang karyawan Dida.

"Mantannya Ankaa." Dida akhirnya menjawab disusul helaan napas pelan.

"Sudah selesai?"

"Apanya...?" Dida menoleh pada Ilman dan mengusap dahinya bingung dengan pertanyaan itu. "...oh...itu...sudah kalau dari pihak Ankaa." Dida mengangguk walaupun dia juga terlihat ragu.

"Huum...kalian menjadi terlalu indah untuk dilupakan."

Dida menoleh atau lebih tepatnya mendongak menatap Ilman yang menjulang di sampingnya. Pria itu menatap sosok Arlo Dharmendra baru kemudian menatapnya lekat. Sepersekian detik sebelum helaan napas Dida berhembus pelan, dia mengerjap saat Ilman mengusap kepalanya dan seakan membenahi kerudung yang dia pakai. Dan Ilman tersenyum tanpa berbicara apapun.

"Oh..." Dida memutus tatapannya pada Ilman dan menunduk. Dan di saat seperti itu seharusnya Ilman bertanya mengapa dia melakukannya. Sebuah helaan napas putus asa. Namun Dida berakhir terdiam dan merasa lega Ilman cukup bijak untuk tidak menanyakan apapun. Dia bisa saja menanyakan : "Mengapa kamu menghela napas seperti itu...bla...bla..." Tapi tidak. Dida mengepalkan tangannya lemah. Dia jelas tidak tahu jawaban apa yang akan dia ucapkan kalau sampai Ilman bertanya seperti itu.

"Mau makan sekarang? Mas pesankan ya?"

Pertanyaan keramat yang sekarang sering ditanyakan Ilman bahkan walau hanya melalui pesan WhatsApp.

"Iya, Mas. Terima kasih banyak."

"Sama-sama. Sebentar." Ilman berbalik dan berjalan ke meja kerja Kiko. Dia meraih ponsel dan mengusap kepala Kiko. "Sekalian?" Ilman mengangkat ponselnya membuat Kiko menoleh.

"Iya Mas..." Suara Kiko menggantung. Lirikan mata sekilasnya keluar jendela menandakan kalau gadis itu berpikir mengapa lama sekali mereka berbicara?

Ilman keluar lagi dari ruang kerja dan berjalan ke belakang sedangkan Dida terpaku menatapnya sebelum berjalan lagi ke ruang samping ketika Arlo memanggilnya untuk berpamitan. Hari bahkan masih hujan. Tapi semua bisa datang dan pergi.

Suasana sunyi dan canggung terus menyergap sesaat setelah Dida masuk lagi ke kantor setelah mengantarkan Arlo keluar. Dida duduk dengan sangat hati-hati dan menyalakan laptop nya. Kiko tersenyum kecil ke arahnya dan Dida bisa melihat, gadis itu masih sangat muda. Kecemburuan meluap hingga pelupuk mata namun Kiko cukup pintar mengolah suasana hatinya dan Dida merasa saatnya untuk dirinya diam saja. Tidak bertanya apapun selain masalah pekerjaan.

PINK IN MY BLUEWhere stories live. Discover now