Bab 74. Level Embuh

1.7K 530 96
                                    

Tolong typo nya ya teman-teman

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tolong typo nya ya teman-teman. Maaf update pagi-pagi soalnya hari ini full acara jadi serem lupa. Terima kasih. Selamat pagi, happy weekend, enjoy reading, semoga hari kalian menyenangkan ♥️

*

Seperti sudah tidak bertemu dengan Bapaknya selama berminggu-minggu.

Kiko memeluk Bapaknya yang tertawa pelan. Tawa yang penuh wibawa namun sanggup membuat hati anak perempuannya mencair. Pria itu menanyakan pertanyaan wajibnya seperti hari-hari biasanya ketika mereka setiap hari bisa bertemu di rumah.

"Sudah sholat?"

"Sudah, Pak."

"Kita pulang malam ini."

"Heh?"

"Pulang. Ke Kaliurang dan menginap di sana satu dua hari. Bagaimana?"

Kiko mengangguk dan segera menyadari bahwa Bapaknya hanya melakukan yang terbaik yang dia bisa untuk menjaga perasaannya.

"Kami akan menyelesaikan semua baik-baik, Pak."

"Bapak tahu dong. Anak Bapak tidak akan pernah berlari meninggalkan sesuatu dalam kondisi berantakan."

"Bapak tahu, tapi bagaimana dengan Ibu?" Bahu Kiko luruh dan dia tertawa sumbang ketika Bapaknya segera memegang bahunya dan menegakkannya.

"Ibu itu, cerminan dari Bapak walaupun kamu sering melihat segala hal seperti bertolak belakang. Ibu tidak akan memaksa kamu untuk bertahan di posisi kamu kalau kamu tidak bisa."

Kiko melayangkan pandangannya ke kejauhan. Pemandangan persawahan di seberang jalan raya dengan padi yang berada di pertengahan masa tumbuh. Panen mungkin akan terjadi dua bulan lagi.

 Panen mungkin akan terjadi dua bulan lagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Susah banget untuk mengerti, Pak. Dengan keputusan Mas Ankaa, Pakde dan Bude. Kiko jadi sadar, Kiko masih bocah. Sangat sulit untuk membuat hati menerima semuanya."

"Lha wong darah masih muda jadi wajar kalau kamu bersikap seperti ini. Bapak dan Ibu...tidak bermaksud membenarkan sikap Ankaa, tapi tidak juga bisa menyalahkan mereka seratus persen. Keputusan itu berat untuk dilakukan. Tekanan itu nyata seperti kisah-kisah drakor yang sering kamu tonton. Kehidupan di atas sangat keras dan sering sekali keji. Mereka tidak bisa melepaskan profesi mereka."

PINK IN MY BLUETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang