Bab 25 Sesuatu Yang Lebih Besar. Sebuah Dendam.

2.2K 575 137
                                    

"Bagaimana keadaan kamu?"

Ops! Esta imagem não segue as nossas directrizes de conteúdo. Para continuares a publicar, por favor, remova-a ou carrega uma imagem diferente.

"Bagaimana keadaan kamu?"

"Aku? Tumben Mas Ilman tanya keadaan aku? Ada apa?"

Ilman menghela napas. Dia berdiri terpaku menatap ke adalan ruang ICU yang sepi. Di benaknya terlintas, mungkin saja kejadian ini bisa membuat Ndaru Kinanti sedikit melunak. Namun sepertinya harapannya terlalu muluk, sikap Ndaru Kinanti justru semakin keras. Sesuatu yang dilakukan wanita itu ketika sebuah hal terjadi. Dia membentengi dirinya segera dan berusaha terlihat tegar. Entah apa yang dipikirkan Kinan sekarang, tapi Ilman bisa melihat dengan jelas, Kinan nampak lelah.

Mereka berbalik dan duduk di kursi ruang tunggu. Ilman membisu ketika Kinan melingkarkan tangan dan menyandarkan kepala ke bahunya. Cinta seharusnya menguat ketika dihadapkan pada situasi seperti ini. Di jalan sebelum sampai ke rumah sakit tadi, Ilman berpikir bahwa mungkin ada kesempatan untuk mereka, setidaknya untuk dirinya sendiri, untuk melakukan hal itu. Tapi ketika mereka bertemu, entah mengapa Ilman merasa, perasaan itu mengusap begitu saja.

"Ibu bagaimana, Mas?"

"Ibu?" Ilman balik bertanya sebelum mengangguk faham bahwa Kinan menanyakan keadaan Ibunya. "Alhamdulillah baik."

"Aku belum bisa ke rumah lagi."

"Tidak apa-apa. Besok-besok saja kalau semua urusan sudah selesai."

"Aku capek Mas."

Ilman menelan ludah kelu. Suara Kinan berubah menjadi terdengar begitu putus asa seiring dia yang mengubah posisi kepalanya. Moment itu mengingatkan Ilman bahwa ada masa...dulu sekali dia pernah jatuh cinta pada wanita itu. Yang terlihat rapuh dengan beban hidup perceraian orang tuanya yang rumit. Kinanti yang terombang ambing diantara dua kubu yang berseteru perihal hak asuh atas dirinya.

"Mungkin kamu harus pergi liburan."

"Kita semakin jarang bertemu Mas. Itu saja. Aku lelah selalu khawatir."

"Jangan menciptakan sebuah pemikiran yang bisa membuat kamu khawatir. Jangan menebak-nebak alur hidup, itu saja."

"Aku capek selalu curiga ada yang akan merebut kamu Mas."

"Kan sudah Mas bilang, sebuah hubungan itu modalnya percaya." Ilman menatap tangannya yang diraih oleh Kinan. Tangan mereka bertaut sekarang. Kalau orang berpikir bahwa hubungan mereka selalu dingin, mereka salah. Hubungan mereka hangat di saat saat tertentu. Kinanti seratus persen wanita yang berbeda ketika dirinya tenang.

"Setelah ini mau kemana?" Ilman bertanya sambil beringsut dan Kinanti segera melakukan gesture mengeratkan pelukannya. Kekhawatiran yang muncul tiba-tiba karena sebuah gerakan kecil.

"Pulang."

"Ke..."

"Danunegaran. Kenapa?"

"Tidak apa-apa. Sebaiknya kita tempatkan orang di sini untuk berjaga kalau Ibu membutuhkan sesuatu. Kalau memungkinkan sebaiknya dari keluarga."

PINK IN MY BLUEOnde as histórias ganham vida. Descobre agora