Bab 85. What On Earth

1.8K 567 137
                                    

"Tumben anteng

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Tumben anteng."

"Takut kena roaming mungkin."

"Halah..."

Kiko menatap Mas nya yang terlihat sangat tenang. Pria itu membenahi kue-kue di display dengan cekatan. Penampilannya nyaris seperti seorang chef alih-alih seorang dokter. Orang yang belum mengenalnya mungkin tidak akan berpikir bahwa Mas Ilman adalah seorang dokter yang setiap hari bergulat dengan ritme mematikan ruang IGD. Dia sekarang terlihat seperti celebrity chef.

"Bapaknya juga anteng, Mas."

"Ya bagus dong."

"Bagus apanya? Kalau dia anteng dan kenyataanya Pak Baco sedang menyusun rencana, bagaimana?" Kiko menggigit pastel di tangannya. Dia tertawa ketika Mas nya menoleh dan menghitung nominal kue yang sejak tadi sudah masuk perutnya.

"Perhitungan sekali anda, Mas."

"Kalau tidak perhitungan mana bisa saya kaya."

Kiko tertawa dan mencebik lirih. Dia berjalan ke arah kursi pelanggan di depan jendela dan menatap jalanan. Hujan yang turun tipis-tipis membuat permukaan daun ketapang menjadi bersih dari abu vulkanik letusan Gunung Merapi yang masih tersisa.

Kiko mendongak ketika dua orang pelanggan memasuki toko itu. Di jam seperti itu, memang waktunya sangat tepat untuk sarapan segelas teh atau kopi dengan sepotong kue atau roti. Kiko menatap Mas nya yang dengan cekatan menyiapkan pesanan take away untuk dua orang.

"Pekerjaan kamu sudah beres?"

Kiko mengusap kepalanya ketika Ilman yang melewatinya, mengacak kepalanya sambil melangkah menuju tanaman hias yang ada di dalam toko itu.

"Kan masih pagi, Mas. Nanti dong kerjanya." Kiko beranjak dan membantu Mas nya menyemprot tanaman.

"Kan dikerjakan lebih cepat lebih baik."

"Menunggu Mas Arlo Dharmendra."

"Dia keren ya. Reputasinya juga baik."

"Iya. Dia sangat berdedikasi sama pekerjaannya."

"Bukan itu maksud Mas. Dia itu pria dengan reputasi baik. Beberapa waktu lalu Mas dengar dari seseorang yang membicarakan dia."

"Siapa? Mbak Dida?"

"Bukan. Kebetulan ada junior yang ternyata masih sepupu nya Arlo."

"Oh..."

"Kalian kelihatannya cocok kalau ngobrol."

Gerakan menyemprot Kiko terhenti. Dia melirik Mas nya tang terlihat acuh dan tetap sibuk dengan apa yang dia lakukan.

"Maksudnya apa bilang begitu? Ada Mas Ankaa loh Mas di sisi aku. Sopan tidak bilang begitu?"

"Tidak sopan lah. Tapi kan siapa yang tahu?" Ilman tertawa keras dan Kiko menyempatkan air ke tubuhnya. "Hiish...basah ini."

"Jelas basah, kan air. Coba api. Terbakar."

PINK IN MY BLUETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang