Bab 121. Ekstra Part ²

2K 590 70
                                    

"Tidak kemana-mana, Jamal! Hiish

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Tidak kemana-mana, Jamal! Hiish..."

Kiko mendorong adiknya yang sejak tadi mengekornya agar menjauh darinya.

"Tapi rapi."

"Loh...mau mengantar ibu mengambil souvernir kok. Memangnya tidak boleh rapi?"

"Kenapa souvernir tidak diantar saja? Kan banyak Mbak. Lima ratus lebih loh."

"Ya bagus kan kalau banyak jadi bisa dibagikan ke orang banyak."

"Ikut Mbak..."

"Ya Allah...kok kolokan tidak sembuh-sembuh. Nanti kalau Mbak menikah kamu mau seperti ini terus?"

"Jangan menikah."

Kiko tertegun dan sepatu boot yang dia pegang sejak tadi terlepas dan berguling di lantai. Bahunya luruh dan dia berbalik ke arah Gempar yang bahkan masih memakai celana pendek dan kaos oblong.

Kiko menghela napas panjang dan mengusap rambut adiknya lembut. Dia seperti melihat dirinya sendiri tercetak jelas di mata adiknya. Dirinya yang kesal dengan menikahnya Mas Ilman. Walaupun dia mencintai Mbak Dida seperti Masnya itu mencintai istrinya tapi sungguh perasaaan itu muncul dan dia tidak bisa begitu saja menghalaunya. Gempar menyukai Ankaa dan mereka cocok dalam banyak hal. Apakah adiknya akan memiliki perasaan sama dengan perasaannya menghadapi situasi pernikahan Mas Ilman dan Mbak Dida?

"Ibu bilang kamu harus menjemput Dian dan dibawa kemari. Tidak dengar tadi ibu bilang seperti itu?"

"Dengar. Dian on the way. Dia sudah naik grab."

"Astaghfirullahalazim...lailahailallah...cuma dicek saja sudah masuk grab?"

"Lah...terus?"

Kiko menghentakkan kaki membuat adiknya itu menyugar rambut belakang kepalanya. Apalagi ketika melihat bibir Mbak nya naik begitu tajam dan wanita itu memandangnya dengan sudut mata yang lancip, Gempar memilih menghindari melakukan kontak mata dengan Mbak nya itu.

"Mandi sana." Kiko meraup wajah adiknya lalu meraih sepatunya yang tergeletak di lantai dengan mengenaskan.

"Mbak..."

"Diam. Mbak tidak mau ya nanti Dian kebingungan di sini."

"Iya."

"Ya sudah diam di situ." Kiko mendelik sekali lagi ke arah Gempar.

"Bu, ikut ya Bu?"

"Mau ikut bukannya mandi."

Kiko menoleh dan mendapati adiknya mengekor ibunya yang sedang memasukkan dompet ke tas nya.

"Tidak boleh sama Mbak Kiko..."

"Ya kalau tidak boleh jangan dilakukan to, Le. Lagipula cuma ke toko souvernir kok. Sebentar saja. Mandi terus temani eyang buyut berjemur sana. Hibur beliau."

PINK IN MY BLUETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang