Bab 99. Bunga Kantil Hitam

1.6K 575 103
                                    

Ketika hari pertama dan kedua dan seterusnya adalah berlarian di lorong rumah sakit menuju ruang ICU, maka pada hari yang sudah memasuki minggu ketiga setelah kecelakaan itu terjadi, berjalan dengan langkah yang biasa saja adalah hal yang dikerjak...

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Ketika hari pertama dan kedua dan seterusnya adalah berlarian di lorong rumah sakit menuju ruang ICU, maka pada hari yang sudah memasuki minggu ketiga setelah kecelakaan itu terjadi, berjalan dengan langkah yang biasa saja adalah hal yang dikerjakan oleh Kiko. Dia juga sudah terbiasa melihat dokter Mia dengan tenang mendatangi ruangan ICU dengan dalih pekerjaan. Makna perang sesungguhnya adalah Kiko yang kalah dekat dengan wanita itu karena dia tidak bisa sepanjang hari berada di rumah sakit.

Dan bukan menjadi orang pertama yang mengetahui kalau Ankaa terbangun dari tidur tiga minggu nya, mungkin Mia menganggapnya sebagai sebuah kemenangan.

Kiko berdiri di depan pintu dan menunggu agar dia diizinkan masuk seperti biasanya. Dia beringsut mundur ketika pintu ruang steril itu terbuka dan dokter Mia dan satu dokter lain keluar dari ruangan itu.

"Wah...panjang umur. Mbak Michiko adalah orang pertama yang ditanyakan oleh dokter Ankaa begitu sadar loh. Silahkan, Mbak. Sambil menunggu dokter Angger dan dokter Gemintang boleh masuk dulu."

Kiko tersenyum kecil dan merunduk dalam ke arah dua orang dokter itu. Dan begitu menegakkan tubuhnya, Kiko bisa melihat bagaimana Mia membuang pandangannya dan bersedekap. Apa yang membuatnya membentengi diri dengan self defense seperti itu? Apakah dia baru saja menyadari bahwa dia baru saja merayakan kemenangan terlalu dini? Oh...wanita itu bahkan yang mengirimkan pesan tentang Ankaa yang tersadar dengan bahasa yang penuh kebanggaan.

"Kira-kira kapan tunangan saya akan dipindahkan ke ruang rawat, dok?"

"Segera Mbak setelah dilakukan pemeriksaan menyeluruh."

"Baik. Terima kasih kalau begitu." Kiko merunduk sekali lagi dan dua orang dokter di depannya berbalik melangkah meninggalkan tempat itu. Kiko mendorong pintu dan melongok. Senyuman Ankaa menyapanya dan Kiko membersihkan tangannya sambil tertawa kecil.

"Assalamualaikum, Mas."

"Waalaikumsalam."

Kiko mendekat ke arah ranjang dan mencium tangan Ankaa sambil memperhatikan pemuda itu. Lebam di wajah Ankaa, di bawah pelupuk matanya masih terlihat jelas.

"Apa kata dokter, Dek?"

"Akan dipindahkan ke ruang rawat segera setelah pemeriksaan ulang. Bagaimana? Sudah kenyang tidurnya?"

Mereka tertawa.

"Mas kangen. Mimpi terus tapi mau bangun susah."

"Huum...tidak apa-apa. Kamu membuat khawatir semua orang Mas."

"Mungkin Mas mengantuk saat menuruni jalan layang Jombor. Seingat Mas ya...Mas menabrak pembatas jalan."

Kiko mengangguk namun tidak menanggapi ucapan Ankaa. Dan pemuda itu memang benar. Dia menabrak pembatas jalan. Tapi keyakinan pemuda itu tentang dirinya yang mengantuk dan mengalami kecelakaan tunggal jelas tidak benar. Tidak benar di matanya. Tapi versi Ankaa jelas versi yang dibuat oleh polisi entah atas intervensi Wibisono Dermawan atau tidak.

PINK IN MY BLUEWhere stories live. Discover now