Bab 87.Yang Kembali Lebih Cepat

1.9K 540 113
                                    

Semua orang akhirnya seperti seseorang yang pandai berpura-pura karena memang keadaan yang memaksa

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Semua orang akhirnya seperti seseorang yang pandai berpura-pura karena memang keadaan yang memaksa.

"Jangan bercerita apapun pada Eyang Buyut, Michiko."

Kiko mengikuti langkah cepat Ibunya di sepanjang koridor menuju aula. Mereka baru saja dari dapur dan Kiko seakan koridor griya itu menjadi sepanjang rel kereta api karena dia yang begitu penasaran. Tentu saja ada yang terlewat semalam. Tentang Eyang Lanjar yang tidak ditemukan di kapal sementara mereka terang-terangan melihat wanita itu dengan coat hitam panjangnya, ikut menaiki kapal. Bukan dia dan Ankaa karena mereka membawa Eyang Buyut terlebih dulu, tapi setidaknya ada Pakdenya yang menguatkan kenyataan itu.

"Bagian itu Ibu juga masih bingung. Kami melihatnya bersama-sama. Tapi entahlah, seperti Eyang kamu itu sudah merencanakan semuanya."

Kiko menatap jam di pergelangan tangannya. "Sebentar Bu, Kiko urus Eyang Mayang dulu."

"Iya. Tolong ya Nduk. Ibu mau menghubungi Gempar dulu."

Kiko mengangguk dan berjalan lurus memasuki koridor menuju kamar Eyang Mayang. Dan kesibukan sudah terjadi di sayap kiri rumah itu. Perawat sudah hilir mudik keluar masuk dari kamar Eyangnya. Kiko bergabung dengan mereka tanpa banyak bicara. Dan lima belas menit kemudian semuanya sudah beres.

"Mbak, sarapan dulu. Sudah ditunggu sama yang lain." Kiko menepuk pundak salah satu perawat.

"Baik, Den Ayu."

Kiko tertawa keras. Benar-benar sebuah tawa yang menyegarkan untuk mengawali hari. Bagaimanapun dia selalu merasa geli ketika seseorang yang bahkan seumuran dengannya memanggilnya seperti itu sementara dia sudah mengatakan bahwa mereka tidak perlu melakukannya.

"Bisa saja..." Kiko menepuk pundak perawat itu dengan lebih keras. Candaan terjadi hingga ke pintu kamar dan kedua perawat itu keluar. Kiko menutup pintu perlahan dan menghampiri Eyangnya yang sekarang sudah terbiasa menyisir rambut nya sendiri menggunakan tangan kirinya yang kuat.

"Apa yang terjadi?"

Mereka mungkin tidak sedarah tapi mereka memiliki kadar kepo yang sama. Dan tentu saja, Eyangnya menyaksikan mereka yang pergi tergesa-gesa dengan membawa Eyang Buyut. Kiko menceritakan secara garis besar apa yang terjadi semlam dengan suara pelan. Dia berpikir bahwa dinding saja akan memiliki mata dan telinga di saat seperti itu.

"Lanjar Nastiti kembali ke rumah pertanian lah, Michiko. Kalau tidak ke rumah Sanusi Baco yang di Banguntapan. Atau dimana lah itu yang pasti kembali ke sisi pria itu. Dia tidak bisa pergi."

Kiko yang sedang memilihkan set perhiasan untuk Eyangnya terpaku dan gerakan tangannya terhenti sesaat sebelum dia bergerak lagi. "How? Bukankah kebebasan yang mereka cari?"

"Tidak ingat bagaimana dia menolak untuk pergi waktu itu?"

"Tapi itu karena anak-anaknya masih berada di rumah pertanian, Yang. Jelas dia menolak pergi."

PINK IN MY BLUEWhere stories live. Discover now