Bab 65. Pemuda Culun Poni Lempar

1.7K 534 117
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

BUCIN MAS ARSITEK (DALAM PROSES PENERBITAN)

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

BUCIN MAS ARSITEK (DALAM PROSES PENERBITAN)

*

Apakah semua orang sedang mengatur strategi?

Semuanya seakan berjalan begitu lambat sampai-sampai salah satu pihak berpikir bahwa semuanya telah berakhir.

Tidak ada pergerakan apapun dari pihak Sanusi Baco membuat keadaan menjadi tenang. Semua orang berkegiatan seperti yang seharusnya.

Dan itu berarti, Ankaa harus pergi lagi. Walaupun kali ini dengan tugas di pundaknya, tetap saja terasa sebagai sebuah perpisahan yang tidak pasti kapan akan bertemu lagi. Amerika bukan Korea yang bisa ditempuh dengan tujuh jam penerbangan. Amerika berada enam belas ribu tiga ratus tiga puluh lima kilometer, tiga belas jam tiga puluh menit perjalanan dengan pesawat berkecepatan terbaik.

Sebanyak apapun seorang Ibu menguatkan, Kiko hanya bisa menunduk dan tersenyum. Dia tidak berniat menyembunyikan rasa tidak nyamannya pada situasi itu. Kalau boleh memilih, dia tidak ingin ikut mengantarkan Ankaa ke bandara.

Sebanyak apapun Dokter Gemintang memeluknya dan mengatakan tidak apa-apa, maka sebanyak itu pula kekhawatiran yang merajai hati Kiko. Insecure, rasa tidak percaya diri, dan takut kehilangan berkumpul menjadi satu di kepalanya. Ingin rasanya tidak hadir di tempat itu.

"Mas telpon begitu sampai."

Kiko membisu dan beringsut pelan ketika Ankaa mencoba meraihnya. Gesture tubuh bersedekap menandakan penolakan halus dan betapa dia sedang ingin menolak interaksi apapun.

Panggilan itu akhirnya datang keberangkatan pesawat akhirnya terdengar. Kiko memilih berdiri di samping Mas nya dan beringsut kecil hingga sedikit tersembunyi di balik tubuh tinggi besar Mas nya itu. Dia masih bisa melihat lambaian Ankaa. Juga beberapa sosok yang dia tahu rupanya tapi tidak tahu namanya. Orang tua dari Ajeng Maharani dan beberapa orang lagi yang Kiko tidak kenal. Mereka segera menghilang dari pandangan.

"Bareng Bapak sama Ibu atau mau sama Mas? Sebentar." Ilman berjalan dan menyalami dua orang pria dengan setelan licin yang sedang mengobrol dengan Dokter Angger. Setelah itu Ilman memisahkan diri dan kembali ke arah Kiko.

PINK IN MY BLUEWhere stories live. Discover now