Bab 17 Sang Ahli

2.4K 699 230
                                    

Sepi banget naskah ini duuuh

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sepi banget naskah ini duuuh...

"Jangan khawatir. Kita memang harus melakukan ini agar tidak mencolok. Semua meninggalkan Griya semata agar tetap adil. Ibu melakukannya begitu juga Pakdemu. Hanya sampai semua selesai dan mufakat didapat Michiko."

"Kiko tidak masalah kalau harus memindahkan barang-barang ke tempat lain, Pak. Itu hal mudah. Kiko bisa menyewa jasa angkut barang. Yang jadi masalah adalah kenapa bisa seperti ini? Apa yang Mas Ilman pikirkan?"

"Itu adalah murni menjadi urusan Pakde dan Bude kamu untuk menanyakan hal itu pada Mas kamu. Yang seperti itu adalah masalah intern keluarga mereka."

"Ibu jadi sedih loh, Pak." Kiko mencebik lirih.

"Ibu punya kita yang akan menguatkannya. Adikmu juga memutusakan untuk membantu di kafe agar bisa dekat terus sama Ibu. Kamu bagaimana? Sudah memutuskan sesuatu?"

"Kiko bisa bekerja di mana saja, tidak harus di Danurejan, Pak."

"Ya tapi kan harus mencari tempat? Tidak mungkin kamu pindahkan lagi ke rumah Kaliurang kan semua barang-barang kamu?"

"Huuum." Kiko mengangguk dan terlihat berpikir keras. Alisnya bertaut cantik. "Kiko ambil ruko di samping toko roti Bude saja, Pak? Bagaimana?"

"Tidak masalah. Di sana juga strategis dan cukup aman. Bapak bantu urus ya?"

"Tidak usah Bapak. Kiko bisa sendiri. Kalau begitu Kiko jalan dulu, Pak."

"Sebaiknya jangan menemui Mas kamu dulu, Mbak."

"Nggih, Pak." Kiko meraih tangan Bapak nya dan mencium punggung dan telapak tangan pria itu lalu mengucapkan salam.

"Hati-hati, Mbak."

"Dalem, Pak."

Merogoh saku celananya, Kiko mengeluarkan kunci motornya. Gadis itu memasang helm dan menyalakan motor yang sejak kemarin dia pergi akan untuk mobilitas. Dia melajukan motor dengan kecepatan sedang menuju ke arah toko kue Bude Nesa yang sebenarnya tidak terlalu jauh dari kafe milik Ibunya. Di sepanjang jalan entah berapa kali Kiko menghela napas panjang. Dia ingin sekali memiliki pemikiran bahwa ada alasan khusus mengapa Mas Ilman mempermasalahkan tentang semua Griya yang dimiliki oleh keluarga Danurwendo sekarang. Apakah akhirnya dia memutus apa yang dilakukan oleh bapaknya -- yaitu bersembunyi dan tidak menunjukkan jati dirinya sebagai Danurwendo? --, atau apa? Kiko mengeluh pelan ketika dia tidak bisa memikirkan hal lain selain Mas nya tiba-tiba menjadi tamak harta?

"Duh...amit-amit jabang bayi. Semoga pikiranku salah."

Kiko menghentikan motor dengan sedikit mendadak ketika dia merasa pikirannya blank. Lirih dari mulutnya keluar lantunan istiqfar berulang kali. Dia menatap deretan motor dan mobil di depannya. Lampu merah menciptakan jeda perjalanan yang cukup lama. Delapan puluh sembilan detik dan Kiko mulai berhitung.

PINK IN MY BLUEWhere stories live. Discover now