Bab 90. Tiga Pria dan Masalahnya

1.9K 569 77
                                    

Pertemuan itu biasa saja karena memang kebetulan mereka besok memiliki jadwal libur yang bersamaan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Pertemuan itu biasa saja karena memang kebetulan mereka besok memiliki jadwal libur yang bersamaan. Tapi menjadi luar biasa ketika mereka mengeluh satu sama lain tentang betapa beratnya hidup sebagai mereka.

"Sangat berat menjadi bujangan."

"Sangat berat menjadi seseorang yang mencari restu.'

"Lebih berat mendengarkan orang-orang mengatakan kata bujang lapuk."

Ankaa dan Ilman menoleh pada Om Garin yang menyilangkan kaki dan menimang gelas kopinya. Pria itu mengangkat gelasnya dan mengangguk ke arah Ankaa dan Ilman yang segera melakukan hal yang sama. Mereka minum dengan wajah putus asa.

"Jangan bilang kalau kalian menunggu Om, baru kalian akan menikah. Pernikahan sepertinya tidak berjodoh dengan Om."

Kata-kata itu terdengar tidak relevan dengan kenyataan yang ada. Bagaimana mungkin Om Garin yang matang dan terlihat sangat menawan mengatakan hal seperti itu? Mereka tentu tahu kisah masa lalu pria itu, tapi apakah harus separah itu? Apa dia berpikir akan menjaga hatinya hanya untuk satu wanita? Benar kata tidak ada yang tidak mungkin itu berlaku di dunia, tapi rasanya pria itu tengah melakukan hal yang sia-sia.

"Saya menunggu restu yang tidak kunjung diberikan. Bahkan Mas nya gadis yang saya cintai mulai bersikap posesif dengan mengurung adiknya di rumah." Ankaa melirik Ilman yang mengabaikannya.

"Haissh...itu karena Mas nya merasa adiknya tidak pandai menjaga diri. Sementara, pacarnya bilang mereka sering sekali tergelincir. Mas nya tidak mau lah adiknya terperosok apalagi mengingat potensi ditinggalkan cukup besar."

"Mas..."

"Apa?" Ilman menatap Ankaa sambil mengangkat dagu namun pria itu segera menoleh dan menghela napas pelan.

Ankaa menatap Ilman dan menghela napas panjang. Dia menoleh ke arah Om Garin yang tertawa pelan karena dia sangat tahu apa yang dibicarakan oleh dua orang berseberangan di depannya itu.

Tiba-tiba saja Ilman meregangkan tubuhnya dan menghasilkan beberapa bunyi.

"Rasanya tidak adil harus menunggu seseorang sanggup meluluhkan hati Mbak saya. Mungkin effort nya yang kurang." Ankaa memukul lengan Ilman dan tertawa keras.

"Bukan effort nya yang kurang. Tapi perempuan nya sangat berharga jadi susah didapatkan. Bukan berarti adik saya tidak berharga hingga mudah didapatkan ya. Dia hanya terlalu polos dan bucin."

"Aaaaah..." Ankaa mengangguk-angguk seakan mengerti apa yang diucapkan oleh Ilman. Bahwa sejatinya, hingga detik ini pun, Ilman belum sepenuhnya berhasil meluluhkan hati kakaknya. Dan dia tersenyum ketika mendengar Ilman memberi penilaian bahwa Kiko bucin padanya.

Mereka kembali berdiam diri dan menatap literan kubik air di hadapan mereka. Ilman menatap jam di pergelangan tangannya. Penerangan di tempat mereka duduk yang hanya mengandalkan lampu pelabuhan yang remang, membuatnya sedikit kesulitan.

PINK IN MY BLUEWhere stories live. Discover now