Part 3🍷

779 49 2
                                    

"Hati tidak seperti Es. Yang akan Membeku kemudian, Mencair lalu,  Dibuang begitu saja"
--Monday--

♡♡♡

03.46 WIB
Jakarta, Indonesia.

Vano merebahkan dirinya di ranjang empuk miliknya tanpa melepas sepatu yang ia kenakan. Vano  memejamkan matanya sejenak, sungguh hari ini ia begitu letih. Setelah pulang dari Sekolah pada jam setengah tiga sore, Vano kembali mengurus perusahaan-nya yang ada di Indonesia, setelah itu ia pergi ke markas Silhouette, dan tentunya bersama sahabatnya, termasuk Kelvin. Bisa di bayangkan bahwa Vano tidak pernah beristirahat sama sekali.

Vano menatap langit - langit kamarnya, "Kenapa gue masih bertahan di sini ya?" pertanyaan itu, pertanyaan yang sama sekali Vano temukan jawabannya.

"Hana milik gue" gumangnya, boleh kah Vano meng-klaim Hana sebagai miliknya?, Hana telah merubahnya secara perlahan di dua bulan ini, jika begini, Vano semakin tidak bisa meninggalkan Indonesia.

Jika mengingat wajah Hana, tawa Hana, ekspresi Hana, yang pasti menyangkut Hana, Vano pasti akan tersenyum sendiri, dan rasa lelahnya tadi hilang seketika. Tapi dalam beberapa bulan lagi di pastikan bahwa Vano akan kembali ke tempat yang seharusnya mereka berada, menyelesaikan misi, yang memang sudah menjadi tanggung jawabnya. Dan juga dapat di pastikan bila Faryel, Daniel, dan Kenzo akan ikut bersamanya, meninggalkan kenangan SMA yang ke dua kalinya di Indonesia.

Vano memang seharusnya pergi dari sini secepatnya, karna rasa untuk Hana semakin hari semakin bertambah membuatnya frustasi mengatasi perasaannya sendiri.

Tidak mungkin Vano membawa Hana di dunianya, itu akan sangat beresiko tinggi. Bisa saja musuhnya menggunakan Hana sebagai sandera untuk menjatuhkan Vano, mengancam Vano, itu tidak bisa terjadi. Cewek polos seperti Hana tidak mungkin Vano membawanya dalam masalah hidupnya yang rumit dan penuh ancaman.

"Akhh... Kau jatuh terlalu dalam Alvano!" teriakan Vano frustrasi menggema di dalam kamar bernuangsa hitam putih tersabut.

"Oke, gue udah gila!"

~•~•~•~•~•~•~•~•~•

Ngomong - ngomong tentang perpindahan kelas itu, Vano benar banar mindahkan sahabatnya dan juga sahabat Hana, setelah satu hari mengatakan tentang perpindahan itu.

Hana duduk di bangkunya sendiri dengan buku komik Detectif  Conan di tangannya, sementra Vano belum datang ke sekolah, dan juga soal bangku dan tempat duduk. Vano masih duduk sebangku bersama Hana, dan tentu saja tidak ada yang membantahnya. Bella dan Stilla duduk bersama

Sementara Faryel, Daniel, dan Kenzo?. mereka duduk bertiga. Kalian dapat bayangkan ke tiga orang itu dalam satu bangku. Itu barmula karna Daniel dan juga Kenzo sama - sama tidak mau mengalah untuk duduk sendirian. Faryel juga sudah menawarkan untuk ia saja yang duduk sendiri, tetapi Daniel dan Kenzo menolak keras saran Faryel itu. Vano yang jengkel dengan perdepatan tersebut mengambil jalan tengah yaitu duduk bertiga. Saran itu tentu di tolak oleh Faryel, tapi apa daya, ke dua sahabatnya itu sangat antusias, lagian Faryel tidak mau buang buang suara untuk meladeni sahabatnya yang setengah waras itu.

Merasa ada pergerakan di sampingnya, lebih tepatnya di bangku sebelahnya. Hana menoleh.

Hana mengalihkan pandangannya dari komik ke wajah tampan di hadapannya ini. Sungguh Vano sangat tampan dengan rambut acak acakan, juga rambut yang menutupi keningnya, mirip seperti artis Korea. Tinggi yang di atas rata - rata, sungguh sangat tampan. Tuhan memang tidak main main saat menciptakan Vano saat itu.

"Puas memandang Nona?" kata Vano menyadarkan Hana dari kekagumannya. Buru - buru Hana mengalihkan tatapannya dari Vano, ke komiknya.

"Gak bosan baca itu terus?" Hana menatap Vano dengan mata coklat madunya yang menjadi candu Vano. Bahkan Vano rela berjam - jam menatap mata itu.

Destiny Hana [✔]Where stories live. Discover now