Part 13☔

364 29 0
                                    

Terkadang aku berpikin ingin hidup di dunia Harry Potter. Yang menyihir sesuatu yang tidak bisa menjadi nyata, menjadi kenyataan. Seperti ingin mengucapkan mantra Obliviate, Mantra hilang ingatan.
--Gerhana Adista--

***

"Hana akan..., menjadi Putri pewaris kekayaan ku" semua orang di buat terkejut dengan ungkapan Garwati, tak terkecuali Hana. Ia menatap tak percaya pada Neneknya.

"Apa - apaan ini Ma!!" teriak Marcel kesal dan tak percaya.

"Jika Mama memberi anak itu 50%, kami mendapatkan apa?,anak anak kami?" seru Hildan tak kalah lantang.

Hana menunduk ia tak berani mengangkat kepalanya, ia ketakutan melihat Hildan dan Marcel menatapnya dengan kebencian.

Tiga gadis datang dengan arah berlawan terburu buru mendengar teriakan Marcel yang mengerikan.

"Ayah kenapa" tanya Jovita--Anak Marcel.

Semua memandang ketiga gadis yang baru saja tiba. Disana ada Jovita, Frisca--Anak Ranti, dan Fani--Anak Hildan.

"Nek ini kenapa?" tanya Frisca pada Garwati dengan lembut.

"Pokoknya aku nggak terima Ma!!, anak 'kotor' kayak dia nggak pantas ada di keluarga kita!. Seharusnya dia ada di tempat sampah!!" seru Hildan menatap Hana jijik.

Seperti ada pisau tak kasat mata yang menghujam hati Hana. Hana menunduk, sangat ingin menangis dan sialnya air matanya tidak turun. Kini hanya hatinya yang menangis. Semuanya menumpuk, lukanya semakin menumpuk, entah akan jadi apa semua lukanya itu nanti.

Muka Garwati merah menahan amarah, "Jaga bicaramu Hildan!, dia lebih pantas menadapatkan apa yang aku punya di banding kau!!"

Hana semakin menunduk, gadis itu hanya bergumam dan berulang kali mengatakan pada dirinya sendiri. ia pantas, ia pantas, hanya kata itu yang selalu ia ucapkan, sampai ada pelukan hangat yang di berikan seseorang.

"Hana pantas kan?, Hana pantas, tempat Hana bukan tempat sampah kan Tante Ranti?" Ranti semakin memeluk erat Hana yang menangis di pelukannya.

"Pa ini kenapa sih" tanya Jovita yang tidak tahan lagi diacuhkan.

Marcel menoleh pada putrinya, "Nenek mu ingin memberikan separuh hartanya untuk gadis kotor itu"

Jovita dan Fani menatap Hana tak suka, sementara Frisca biasa biasa saja menurutnya Hana memang pantas menadapatnya.

"Nek ini nggak adil, kalau Hana mendapatkan 50 persen Nek!!, bagaimana dengan kami" kata Fani, gadis berusia dua puluh dua tahun itu mengenakan pakaian ketak dengna wajah yang penuh dengan make up.

"Jika Hana mendapatkan separuhnya. Sisanya mungkin hanya 5% per-orang" kata Jovita, gadis berumur 23 itu persis seperi ayahnya yang sangat menggilai uang.

Frisca lebih memilih melangkahkan kakinya menuju Hana yang di dekapan ibunya. Ia menatap Hana prihatin. Sungguh tuhan sangat menguji seorang gadis seperti Hana, ia selalu berkata seperti itu di dalam Hana setiap kali bertemu dengan Hana.

"Hey Han, jangan menangis kita ada bersama mu, okey?" kata Frisca lembut ia mengusap kepala Hana pelan, umurnya tak jauh dari Hana hanya beda beberapa bulan saja tapi Friska cepat masuk sekolah jadi dia sudah kuliah sekarang.

Frisca tidak seperti sepupunya yang lain. Ia bukan penggila uang atau sejenisnya, ibunya pernah berkata;

'Untuk apa kekayaan kalau kita sibuk hingga melupakan keluarga. Uang bisa di cari, tapi keluarga?, tidak' .

Destiny Hana [✔]Where stories live. Discover now