Part 14⛅

364 30 0
                                    

"Cinta dapat membuat kita sedih. Kadang membuat kita merasa sepi. Tapi Cinta juga membuat kita bahagia dari apa yang pernah kita rasakan"
--Fruit Basket--

***

Vano berlari tak tentuh arah mencari Hana yang menghilang. Vano merutuki dirinya sendiri karna meninggalkan Hana sendirian.

Saat Vano masuk ke ruangan klinik kesehatan dan tidak mendapati Hana, ia kalang kabut mencari Hana, pikiran pikiran buruk memasuki pikiran Vano mengenai Hana.

"Okey, tanang Vano. Jangan panik" katanya pada dirinya sendiri. "Ah!, Sialan!!" teriaknya frustrasi.

Kemudian Vano teringat sesuatu. Temannya. Vano kembali merutuki dirinya. Bagaimana bisa ia melupakan sahabatnya.

Tanpa menunggu lama ia mengeluarkan ponsel canggihnya mengotak atik layar ponsel itu lalu menempelkan ke telingannya.

"Hm, apa?" kata orang diseberang sana dengan malas, orang itu yang tak lain adalah Faryel.

"Cari Hana" ujar Vano tanpa basa basi, karna memang ini bukan saatnya basa basi.

"Hana hilang?, bagaimana bisa?" meski khawatir suara Faryel tetap tenang. Dan Vano mengerti itu, sahabatnya yang satu itu sulit menunjukkan emosinya.

"Panjang, lo yang lain cari. Gue mau ke rooftop" lalu Vano mematikan sepihak sambungan telfonnya, dan berlalri ke arah tangga.

Dengan nafas memburu Vano membuka pintu rooftop dengan kasar.

Dan benar saja Hana berdiri di pembatas dengan tangan memegang besi pembatas, jika Hana maju satu langkah ia akan terjatuh dari lantai 4 sekolah.

Hana memejamkan matanya. "Maaf Bun, Hana nggak kuat hidup lagi rasanya. Mungkin ini satu - satunya cara buat Hana ninggalin dunia ini. Dan mungkin menghubungkan Hana dekat dengan Bunda walau Hana di neraka dan Bunda di surga" Air mata mengalir di pipi mulus Hana. "Hana cepek Bun, capek. Hana masang topeng yang sekarang Hana sendiri nggak tahu gimana cara ngelepasnya Bun. Tapi setidaknya Hana udah jadi anak penurut Bunda, sesuai janji Hana yang dulu masih sama dengan Hana yang sekarang" katanya dengan miris.

Hana menatap ke arah bawah, ia tersenyum miris, rasanya dadanya sangat sesak, kemudian ia kembali menutup matanya lalu maju satu langkah.

Hampir saja ia terjatuh, tapi tidak. Ada yang menahan tangannya lalu menariknya dalam pelukannya. Nafas Hana memburu keringat membanjiri pelipisnya.

Vano melepas pelukannya. "Apa yang kau lalukan Heh?!. Bunuh diri!?. Bunuh diri bukan solusi Hana!!" bentaknya.

"Bunuh diri bukan solusi, malah itu akan menjadi bencana!!" kata Vano kembali membentak Hana. Hana menatap Vano marah. Mata gadis itu memerah.

"Kenapa Al selamatkan Hana!!, Hana nggak minta buat di selamatkan!!, malah sebaliknya!!" mata Hana memereh menahan tangis.

"Hana, dengar!! kau bukan satu satunya orang yang sakit. Banyak Han. Jangan berpikir kau sendiri yang tersakiti di dunia ini. Ada banyak orang!" Vano mengguncang tubuh Hana.

"Semua orang pernah merasakan rasa sakit Hana, Tuhan yang memberikan hal itu. Tapi jika tuhan tidak menyisakan kebahagian artinya Tuhan tidak adil. Tapi percalah, semua akan datang di saat yang tepat" Hana menangis ia memukul dadanya sesak, seperti ada ribuan ton besi yang menimpanya.

Vano menangkap tangan Hana yang kembali ingin memukul dadanya. Hana menggeleng dengan mata yang berlinang air mata. Vano bisa melihat kehancuran di mata caklat terang milik Hana.

"Jika ingin tersenyum, tersenyum lah. Dan jika ingin menangis, maka menangis lah. Jangan seperti Lilin yang rela di bakar hanya untuk menerangi semua yang ia jangkau" ujar Vano Hana menatapnya dalam. Vano mengulas senyum tulus yang pertama kali Hana lihat selama ini.

Destiny Hana [✔]Where stories live. Discover now