Part 41👒

307 17 0
                                    

"Aku bukan orang yang mudah memaafkan.
Aku tipe orang yang selalu membalikkan kesakitan ku pada mereka yang membuat ku sakit".
--Alvano Prakasa--

♡♡♡

"Bagaimana bi-sa"

"Apa yang tidak mungkin huh?"

Bugh!!

Bugh!!

Bugh!!

Toni melayangkan tinju bertubi tubi pada Vano. Dan yang membuat Hana heran, Vano sama sekali tidak melawan. Vano membiarkan Toni memukulnya, sangat terlihat suka rela.

Namun beberapa menit kemudian Toni berhenti, lalu menuju Jamier yang sudah berdiri dengan tegak. Pria tua itu sama sekali tidak meringis ke sakitan di usianya senjanya.

"Hana pergi dari sini" perintah Vano. Namun Hana tidak bergeming. Ia malah menatap Vano dengan tajam.

DORR!!

Lagi lagi suara tembakan membungkam keheningan ruangan itu. Hana membuka matanya saat merasakan di peluk oleh seseorang.
Hana melotot. Vano membentenginya yang hendak di tembak oleh Toni. Wajah pria itu sudah pucat, telalu banyak darah yang keluar dari tubuhnya. Namun tidak terlihat kesakitan.

Terhitung sudah Dua peluru yang bersarang di tubuh Vano. Dan itu sama sama di punggung pria itu. Hana sudah tidak tahu bagaimana kesakitan yang di tanggung Vano saat ini.

"Jika aku diam. Bukan berarti kau bisa seenaknya" kata Vano dengan nada rendah.

Hana meneguk ludahnya. Kali ini Vano benar benar menyeramkan. Mata pria itu seakan menggelap. Tidak ada emosi yang Vano tunjukkan dari raut wajahnya. Namun terlihat menyeramkan bagi Hana.

Prince Of Dead. Dia Vano yang sesungguhnya.

"Dan kau pikir aku takut pada mu? Hah, jangan mimpi, Alvano" Toni menatap remeh Vano.

"Aku tidak berpikir seperti itu".

Jamier terus menatap Hana membuat wanita itu risih dan sesekali mengumpat. Jamier adalah Ayah-nya namun entah mengapa Hana melihat dendam di mata Pria itu. Mata yang terlihat tegas itu menyimpan dendam saat menatapnya. Hana merasakan hal itu.

"Kunci seluruh ruangan di aktifkan!" kata Jamier.

Dan yang benar saja. Pintu dan juga jendela langsung tertutup. Dan ada lapisan besi di setiap jendela dan pintu.

Perdeteksi suara. Ada yang tidak beres. Vano menatap sekeliling dengan waspada.

"Tidak ada gunanya. Kita semua akan mati di sini" Jamier berkata dengan santai.

Toni menoleh bingung pada Jamier. "Apa yang kau maksud?"

"Kalian bodoh. Sangat bodoh. Di sini ada banyak bom yang terletak secara acak" kata Jamier.

Vano tersenyum miring, ia sudah menduga hal ini. Dan ia juga tidak bisa berbuat banyak. Tidak ada gunanya, karena bom di ruangan ini Vano yakin sangat banyak.

Hana, dan Toni melotot terkejut. Sementara Vano terlihat berpikir keras dengan memperhatikan sekeliling. Sikap tenang Vano harus Hana berikan penghargaan.

"Jamier!! Ini tidak ada di rencana!!" Toni mengacak rambutnya frustasi. Jamier tidak menanggapi, ia hanya diam melihat Hana

"Kenapa kau melakukan ini? Hana anak mu. sekeras apa pun kau menyakitinya ada rasa sayang mu padanya" tiba tiba Vano mengangkat suara.

Jamier menggeleng dengan senyum geli. "Dia bukan anak ku. Dan aku tidak pernah punya anak"

Vano tersenyum sinis. "Kau menyangkal Jamier. Aku tahu, alasan di balik semua yang telah kau lakukan pada Hana"

Destiny Hana [✔]Where stories live. Discover now