Part 39☎

326 19 0
                                    

"Seseorang tidak bisa mundur dari perang setelah Ia sendiri yang mengibarkan benderanya".
--Alvano Prakasa--

***

"Permisi, Sir"

Ronald mengetuk pintu ruang karja Vano dengan hati hati.

"Masuk!" seru Vano dari dalam ruangannya.

Kini Ronald duduk berhadapan dengan Boss-nya. Ini pertama kalinya ia duduk berhadapan, karna karna biasanya ia hanya berdiri di samping Vano atau di depannya.

"Jadi?" tanya Vano tanpa basa basi.

"Sir, clan Mafia besar dari Spanyol yang tak lain adalah Black Bear. Meminta perang, Sir" kata Ronald dengan nada tegas. Ia bukan Ronald 3 tahun lalu yang ketakutan berbicara pada Vano. Itu bukan ia yang sekarang.

"Bagus" Vano terlihat senyum. Bukan senyum menawan, namun jenis senyum psikopat yang membuat orang lain merindiring.

"Sir, Black Bear adalah Clan Mafia terlama yang pernah ada. Sepuluh tahun mereka menguasai belahan dunia. Tidak ada satu negara pun yang pernah meminta kita untuk memusnahkannya, itu karena mereka memang sulit untuk di kalahkan"

"Lalu?" Vano menaikkan alisnya menatap datar pada Ronald.

"Maaf, Sir. Namun, kenapa anda memancing kemarahan dari ketuanya? Ada kemungkinan jika kita kalah--"

"Hanya kemungkinan, Mu. Dan kau salah, mereka yang mancing amarah ku dengan merusak milik ku"

Ronald diam merasa tidak pantas lagi untuk bertanya lebih lanjut.

"Sampaikan pada mereka bahwa aku siap" ujar Vano lalu membalikkan kursi putarnya membalakangi Ronald.

"Saya undur diri, Sir" pamit Ronald tak lupa membungkuk setengah badan.

Vano menatap bulan sabit dengan tatapan datar. "Saatnya di mulai" gumam Vano.

Destiny Hana

Entah sudah beberapa minggu ini, dari yang Hana perhatikan. Vano sering sekali pergi di saat semua orang tidur. Seperti jam 2 pagi atau jam 1 pagi. Lalu pulang di saat jam 5 pagi. Itu sudah terjadi beberapa minggu terakhir.

Bahkan Hana lupa kapan Ia, Vano dan Vino mengobrol seperti biasa. Seakan semuanya berubah. Vino yang menjadi lebih pemurung karna Vano sama sekali tidak pernah bermain dengannya.

Tidak ada yang menjawab pertanyaan pertanyaan Vino lagi. Di saat Vino mengajak Daddy nya bermain, Vano selalu menolak dengan berbagai macam alasan yang membuat Hana muak. Seperti malam ini, saat ini.

"Dad, hanya satu pertanyaan" rajuk Vino menggoyangkan tangan sang Daddy yang sibuk dengan laptop di depannya. Sama sekali bukan Vano yang biasanya.

"Diamlah Vino. Daddy sedang bekerja" kata Vano dengan mata fokus pada layar yang menyala itu.

"Daddy terus bekerja saja!! Tidak pernah lagi memperhatikan ku dan Mommy!! Daddy tidak pernah berhenti, dari pagi, siang, malam! Dad, apa Daddy tahu kalau Mommy selalu mencemaskan Daddy setiap saat!! Daddy benar benar keterlaluan!!"

Destiny Hana [✔]Where stories live. Discover now