Part 30🔑

358 15 0
                                    

Menangis jika ingin menangis. Tertawa jika ingin tertawa
Bahagia jika ingin bahagia. Banyak yang bilang begitu bukan? Ini sebuah petanyaan. Apa mereka tidak pernah di paksa oleh keadaan untuk tetap tersenyum saat hati benar benar hancur?
--Monday--

♡♡♡

Vano tersenyum miris. Orang yang selama ini ia cari ternyata bersembunyi di belakang Anak buahnnya sendiri. Hana yang selama 3 tahun membuatnya menurunkan 200 agen miliknya hanya untuk mencari wanita itu, namun yang di dapatkannya, Nihil.

Dan Entah Vano harus berterima kasih atau memaki dr Zandder, yang ternyata selama ini menyembunyikan wanita yang ia cari.

Vano tahu, diam diam dr Zandder memang sangat hebat di belakangnya. Namun dia tak munduga jika wanita yang selama ini dirinya cari malah bersembunyi di balik orang kepercayaannya sendiri.

Dan entah dari kekuasaan apa hingga dr Zandder sangat hebat menyembunyikan Hana sangat rapat.

Lamunan Vano buyar saat ada tangan mungil menyentuh lengannya. Vano menoleh dan tersenyum tipis pada putranya. Yah, Alvino.

"Dad"

Vano merasa pendengarannya terganggu, lalu kembali menatap putranya yang tersenyum sangat tulus padanya.

Senyum yang sama sekali tidak pernah Vino perlihat kan kepadanya.

"Daddy" Vano tidak salah, ia tidak mungkin salah dengar. Putranya yang benar benar mengatakannya. Putranya memanggilnya!

"Daddy tidak salah dengar kan?" tanya Vano bodoh.

"No, Dad" Vino menggeleng.

Vano meraih tubuh mungil Vino, dan memeluknya hangat. Ia bahagia, sangat bahagia. Sekian lama ia menunggu kata itu. Tiga tahun lamanya ia menunggu panggilan itu keluar dari mulut putranya.

"Dad, bantu aku untuk menundukkan dunia di depanku" pintanya. Vano kembali mengangguk cepat.

"Tapi, Dad--"

"Hm, Apa"

"Apa hubungan Daddy dan Psikolog ku itu?" tanya Vino.

"Hah?"

"Apa hubungan Daddy dengan Aunty Zalina?" tanya Vino lagi.

Sementara Vano bingung ingin menjawab apa, Vino terlalu dini untuk mengetahui semuanya.

"Tidak ada" jawab Vano terlihat meyakinkan.

Vino berdecak kesal.

"Lalu kenapa Daddy memeluk Aunty Zalina di dapur?" Vano melotot tak percaya. Bagaimana bisa putra kecilnya ini tahu.

"Siapa yang mengatakan itu?"

"Tidak ada yang mengatakannya, Dad. Vino lihat sendiri tadi malam" Vano mengumpat dalam hati. Sekarang akan semakin rumit.

"Itu sudah jam berapa, kenapa kau tidak tidu--"

"Jangan mengalihkan pembicaraan, Dad" Vano menghela nafas, putranya sekali bicara ternyata sangat menyebalkan.

Destiny Hana [✔]Where stories live. Discover now