Part 35💥

330 22 1
                                    

"Orang hebat mampu mengendalikan orang lain, tetapi lebih hebat lagi kalau dia mampu mengendalikan dirinya sendiri"
--Lao Zi--

♡♡♡

"Ikut dengan ku" untuk ke dua kalinya Vano menyeret Hana untuk menyikutinya.

"Vano kau mau membawa ku kemana?" tanya Hana takut.

Hana benar benar takut. Ia tidak mengetahui rumah ini memiliki tingkat ke 11. Vano membawanya dengan menggunakan lift. Yang membuat Hana terkejut adalah. Ternyata di balik angka 10 ada angka 11 yang tersembunyi. Vano menekan tombol dengan angka 11 itu cukup lama. Hingga akhirnya lift bergerak.

Benar benar keren, pikir Hana.

"Ternyata ada lantai Sebelas" gumam Hana pelan.

"Jangan memberi tahu siapapun" Hana mengangguk pelan. "Walau. Tombol ini tidak akan pernah bergerak jika orang lain menekannya. Sidik jariku tertanam di sana. Jadi hanya aku yang bisa masuk ke lantai Sebelas" jelas Vano.

"Kau benar benar gila, Vano" hanya itu yang mampu Hana keluarkan dari keterkagumannya.

"Ini bukan Gila. Tapi ini perkembangan teknologi"

"Terserah kau saja" kata Hana mengalah.

Pintu lift terbuka lebar membuat Vano kembali menyeret Hana yang terdiam.

Hana tidak memborontak ataupun bertanya lebih lanjut. Ia hanya diam dan menurut. Vano membawanya masuk ke sebuah ruangan berwarna putih. Tidak ada barang barang di dalam sana. Hanya sebuah sofa besar dan sebuah meja. Hanya itu.

Walau terkesan creepy Hana berusaha untuk tidak takut. Ia dan Vano duduk di sofa panjang.

"Sekarang ceritakan kenapa kau bisa memiliki phobia seperti itu" kata Vano tanpa menunggu lama.

"Bukankah hal itu waj--".

"Jangan mengelak, Hana. Aku tahu kau menyembunyikan sesuatu" bantah Vano cepat. "Itu phobia. Tadi kau meresa terancam. Kau kemarin sangat terlihat ketakutan, itu wajar untuk penderita gamophobia".

Hana terdiam seluruh tubuhnya kedinginan dalam sekajap oleh kata kata Vano.

"Pria berengsek mana yang sudah menyentuh Mu" kata Vano kelewatan dingin.

Hana menundukkan wajahnya. Ia menggigit bibir bawahnya agar isakannya tak terdengar.

"A-aku tidak tahu, hiks...hiks" tangisan Hana pecah.

Vano menghela nafas pelan. Merasa kasihan melihat Hana yang sesegukan ia kembali mendekap Hana. Walau ia memang sangat di kuasiai oleh amarah.

"D-dia tiba tiba da-tang. Hari i-tu hari Bun-da bunuh diri. D-dia langsung membawa-ku pergi ke sebuah club" walau bercerita dengan nada bergetar, Vano masih bisa mengerti apa yang Hana katankan. Dan Vano sama sekali tidak berniat untuk menghentikan penjelasan Hana.

"A-aku di ikat. Di sebuah kamar luas. Lalu tiba tiba masuk Tiga orang pria dewasa. Lalu.."

Hana mengangkat wajahnya. Agar bisa menatap Vano.

Destiny Hana [✔]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt