Part 26✈

351 18 0
                                    

"Akan sangat menyedihkannya, bila kita kehilangan seseorang yang bahkan bukan milik kita."
--Monday--

***

Vano duduk di kursi yang tersedia di rooftop mewah hotel ini. Ia melarikan dari dari kerumunan yang berada di lantai 15, tempat di mana acara Prom night berlangsung. Tempat itu sangat sesak baginya.

Tidak sampai satu menit Vano mendapatkan ketenangan. Suara dering Ponsel membuatnya kesal. Tanpa melihat siapa yang menelfonnya Vano langsung mengangkatnya.

"Long time no see, Alvano Prakasa" suara itu, Vano mengenal suara itu.

"Siapa kau??" percayalah sekarang jantung Vano terpacu cepat.

"Ah, kau menyakiti ku dude. Bagaimana bisa kau melupakan ku.." Vano bangun dari tempat duduknya.

"Toni?, Rantoni Wizeen?"

"Ah, kau mengingat ku. Aku cukup tersanjung"

"Apa yang kau ingin kan kali ini, huh?

"Apa, yah??"

"Jangan main main dengan ku Rontoni Wizeen" Vano mengeraskan rahangnya. Masa lalu kembali berputar bagai kaset rusak di otaknya.

"Tapi aku sudah mulai bermain. Apa kejutan ku cukup menyenangkan?"

"Jadi, kau. Bagaimana bisa kau merenggut banyak nyawa yang tidak bersalah, hanya untuk membalaskan dendam mu pada ku"

"Kau pikir aku peduli dengan itu semua?. Tidak!" bentaknya.

"Aku akan membunuh mu" Vano mengepalkan tangannya, rasa kesal dan  marahnya sudah sampai ke ubun ubun.

"Hm, begini. Anak buah ku mengatakan ada tiga gadis yang keluar di pesawat pribadi mu itu. Bagaimana jika aku bermain main dengan mereka?"

"Bermain main lah dengan mereka, kau pikir ketiga gadis itu penting bagiku, heh?" Vano tertawa kecil seakan yang di bicarakan oleh Toni adalah hal lucu.

"Apa maksud mu?" suara Toni terdengar bingung.

"Jadi kau sungguh berpikir Aku tertarik padanya?. You are kidding? Mereka hanya boneka ku"

"Apa maksud mu kali ini"

"Kau tahu. Salah satu dari mereka adalah cucu dari seseorang yang kau bunuh"

"Kau bercanda?. Aku sudah membunuh cucu pewarisnya. Lagi pula kau termasuk dalam pembunuhan Glion Adista" Vano tersenyum devil. Toni terdengar panik.

"Aku memang terlibat dengan pembunuhan Glion Adista. Tapi--"

"Siapa kau sebenarnya?" dengan cepat Vano berbalik mendengar suara itu. Vano membanting handphone nya dengan keras. Hingga handphone itu hancur. Ia kesal melihat Hana yang tiba tiba muncul di balik dinding. Dan otomatis ia mendengar segala percakapannya dan Toni.

"Hana, dengar--"

"Apa semua yang Hana dengar, apa semua itu benar, Al" Hana menatap Vano dengan sorot kecewa.

"Dengar, Han--"

"Ya atau tidak!!" jarit Hana. Vano mundur satu langkah. Ia cukup terkejut dengan nada tinggi yang Hana gunakan.

Vano menelan ludahnya yang terasa pahit."Ya. Semua yang kau dengar itu benar"

"Siapa kau?!" Hana sekuat tenaga menahan air mata yang siap jatuh.

Destiny Hana [✔]Where stories live. Discover now