Part 18🪞

349 24 6
                                    

Tidak ada Seorang pun yang bisa membuatmu merasa Rendah tanpa Persetujuan Mu.
--Eleanor Roosevelt--

***

Vano memasuki ruang tahanan di mana ada Seseorang terikat mengenaskan dengan luka di seluruh tubuhnya.

Vano mendekati pria itu dengan langkah pelan, namun entah kenapa membuat jantung pria yang terikat itu seakan ingin melompat.

"Kau harusnya memikirkan dulu resiko yang akan kau tanggung setelah menghianatiku" ajar Vano dingin.

"Apa gaji yang kau dapatkan kurang cukup??" Vano menatap pria di depannya yang kalau tidak salah ingat namanya Romi. "Apa kau bisu!?. Jawab!!" bentak Vano.

"Tidak, Tuan" Romi menjawab dengan suara bergetar karna ketakutan.

Vano mencengkam pundak Romi keras, lebih tepatnya kelewatan keras.

"Lalu kenapa kau menghianatiku, Sialan!!" teriak Vano dengan lantang, ia paling benci di hianati.

"Ah, Aku lupa, bahwa manusia itu tidak pernah puas dengan apa yang ia miliki" Vano tersenyum. "Itu sama dengan mu. Kau keluar dari zona nyaman mu dan memilih mencari masalah dengan ku" Romi gemetaran melihat Vano mengeluarkan pisau kecil yang dekak tadi ada di kantong celananya.

"Menguliti mu sepertinya menyenang kan. Tapi..." Vano menggantungkan ucapannya. "Sepertinya nanti dulu. Tapi, Mungkin sebelum itu kita berbincang dulu" Vano duduk di depan Romi yang terikan.

"Dari data yang aku baca. Kau sudah Empat tahun di sini. Dan aku juga menyelidiki tentang mu. Dari yang aku dapatkan kau mempunyai satu putri dan sekarang istri mu sedang mengandung" Vano menceritakan tentang apa yang ia dapat dari penyeledikannya.

"Kau masih memiliki ibu yang ada di Paris. Seperti menyenangkan bermain dengan mereka" Romi menggeleng setengah memberontak mendengar ucapan Vano.

"Jangan, jangan sentuh keluarga Ku, Tuan" pintanya, Vano tertawa keras. Merasa lucu dengan ucapan Romi yang ia anggap bodoh.

"Bagaimana ini, yah?" Vano pura pura berpikir keras. "Aku tidak mungkin melepaskan mereka begitu saja, jadi sebagai gantinya, apa yang akan kau berikan padaku, huh??"

"Saya akan setia kepada Anda Tuan. Saya bersumpah tidak akan menghianatimu lagi. Saya bersumpah" ujar Romi mencoba menawarkan yang sebaik mungkin.

"Penghianat, tetap akan jadi penghianat. Tapi siapa yang memerintah mu??" Vano bersikap seolah tidak tahu. Padahal ia sudah mengetahui semuanya.

"Tuan Toni. Mafia Asal Las Vegas. Tuan" jawab Romi. Vano tertawa.

"Ini yang kau maksud memberi mu ke sempatan ke dua??, pada satu orang saja kau tidak bisa setia. Jika aku memberimu ke sempatan apa lagi" Vano menatap Romi yang tertunduk pasrah.

"Sepertinya mati dengan cepat tidak memuaskan. Bagaimana kalau kau coba lihat ini" Vano memperlihatkan video call di iPad-nya yang tadi di berikan oleh pengawalnya.

"Sayang tolong kami" teriak istri Tomi yang terikat bersama anaknya.

"Tembak mereka" Ujar Vano pada mengawalnya di sana.

"Do it, Sir" ujar Anak buah Vano di sebrang sana.

"Tolong jangan sakiti kami" istri Romi memohon pada orang yang menodongkan senjata tepat di kepala mereka, tak terkecuali anak perempuan Romi yang usianya masih lima tahun saat itu.

Dor!!...

"Tidak!" tariak istri Romi histeris melihat anaknya mati dengan tembakan tepat di kepalanya

Destiny Hana [✔]Where stories live. Discover now