GreShan CH2

25.5K 198 3
                                    


"Sayang, kamu beneran kan mau nikah sama aku." Seorang gadis masih setia meletakkan kepalanya di pundak sang kekasih. Sembari memainkan jari-jari sang kekasih.

"Kita udah pacaran 4 tahun loh, masak iya gak jadi nikah." Gadis itu menjawab sembari menangkup pipinya. "Apa yang kamu pikirin Chika?." Gadis yang bernama Chika itu pun hanya menggeleng.

"Perasaan aku lagi enggak enak, jadi pikiran aku juga lagi bercabang."

"Aku harap kita selalu bersama ci." Ci Shani, pacar Chika semenjak mereka masih duduk di bangku SMA.

Shani mulai mengelus rambut kekasihnya. Memberikan perlakuan se-nyaman mungkin agar ia tak overthinking.

"Jangan terlalu dipikirin, kita lanjut jalan-jalan yuk." Chika pun mengangguk antusias. Mereka sedikit menyesal membiarkan suasana menjadi sedikit melow.

"Kita beli es krim dulu yuk ci."

"Iya bocil, kita beli es krim."

•••


"Ci, cici sayang sama aku nggak?." Tanya Chika pada Shani.

"Kok kamu tanya kayak gitu?, emang aku keliatan enggak sayang ya sama kamu?." Shani kembali melempar pertanyaan ke Chika. Sedikit mempersedih raut wajahnya.

"Eh bukan gitu ci," Chika langsung mendekat dan memeluk tubuh yang sedikit lebih tinggi dari dirinya. "Aku denger kalau sayang sama pasangannya mereka berciuman." Shani melototkan matanya, kaget.

"HAH"

Chika mulai memejamkan matanya dan mengikis jarak antar keduanya. Perlahan tapi pasti, bibir Chika mulai mendekati bibir Shani. Hendak mengecupnya.

"Aduh," Lenguhan Chika terdengar kala Shani memukul pelan bibirnya. Chika cemberut.

"Jangan gitu mukanya, sayang nggak selalu di perlihatkan dengan ciuman." Shani tersenyum lalu mengacak rambut Chika.

"Mau beli es krim nggak?." Bujuk Shani pada kekasihnya agar tidak merajuk terlalu lama.

"Ih mau, mau, mau!."

•••

Beberapa hari yang lalu, Shani dan Chika sudah resmi lulus dari pendidikannya. Shani yang menekuni bidang informasi dan komunikasi serta Chika yang menekuni bidang manajemen.

Shani berhasil meraih nilai cumlaude dengan nilai sempurna, sedangkan Chika nilainya mendekati dari kata sempurna.

"Sekarang kita udah lulus Chika, setelah ini aku yakin bakal jadiin kamu milikku seutuhnya." Chika tersenyum haru mendengar tekad Shani untuk menjadikan dirinya pendamping hidup. Chika mengangguk antusias.

"Iya, aku tunggu kabar baiknya." Shani menggenggam tangan Chika. "Yaudah yuk, sekarang kita keluar. Belanja sepuasnya." Chika sangat bersemangat karena dirinya di traktir oleh Shani.

Mereka pergi ke mall yang ada di dekat sana, berkeliling di dalamnya dengan berbagai macam barang-barang yang menggiurkan dompet.

"Dek, cici kamu kemana?." Tanya seorang wanita paruh baya lalu mendekati anaknya.

"Ci Shani lagi keluar sama kak Chika mi. Kenapa?." Ia sedikit bingung dengan raut sedih yang maminya itu pancarkan. Di lain sisi, Chika sudah sangat akrab dengan keluarga Shani. Kecuali dengan papinya.

Papi Shani yang jarang berada di rumah, tak mengetahui sosok Chika. Sosok yang baik hati, penyabar dan murah senyum.

"Nanti cici kamu di suruh nemuin papi di ruang kerjanya." Ia mengerutkan keningnya. Apa ini masalah pekerjaan?, tapi kenapa dirinya tak ikut di panggil?.

"Tapi kok Christy nggak di panggil juga?." Maminya itu hanya menggeleng tanda tak tahu. Christy pun hanya bisa menghela nafasnya.











"Ih kamu kok banyak banget belanjanya." Chika melongo melihat kedua tangan Shani yang di penuhi dengan barang belanjaan.

"Enggak apa sayang, ini semua buat kamu." Shani menyerahkan paper bag ke tangan Chika. Chika pun menerimanya dengan ragu.

"Tapi buat apa?." Tanya nya membuat Shani terkekeh.

"Kamu pakek pas acara nikahan kita." Seketika wajah chika memerah, malu. Bagaimana bisa Shani sudah memikirkan rencana yang begitu matang untuk hari pernikahan mereka yang belum tentu kapan dilaksanakan.

Tapi justru itu membuat hati Chika semakin mantap, ia semakin membuka lebar lebar hatinya agar Shani bisa mengobrak abrik isinya.

"Gimana?, seneng gak?. Kamu mau beli apa lagi?." Tanya Shani menunggu permintaan kekasihnya.

"Aku seneng banget ci, makasi. Untuk sekarang ini aja dulu." Chika mengecup sekilas pipi Shani.

"Yaudah kalau nggak ada lagi, kita pulang yuk." Shani kembali mengambil barang belanjaan Chika. Tak membiarkan gadisnya merasa keberatan membawa semua itu. Chika pun merangkul lengan kiri Shani, mereka menuju ke basement mall.

•••


"Ada apa pah?, tumben manggil Shani ke sini." Setelah mengantarkan Chika pulang, Shani langsung kembali ke rumahnya. Dirinya diberitahu oleh sang adik jika papi mencari keberadaan dirinya.

"Kamu kan udah lulus Shan, setelah ini kamu mau gimana?." Shani langsung menyunggingkan senyumnya. Ini adalah waktu yang tepat untuk mengatakan ia akan menikahi pujaan hatinya.

"Shani mau nikah sama pacar Shani yang sekarang pah." Ucapnya dengan penuh semangat. Namun respon yang diberikan papinya membuat dirinya lemas.

"Ya bagus, tapi tidak perlu dengan pacarmu itu. Papi sudah ada calonnya." Ucapnya sembari berdiri dari duduknya. Mendekat ke arah Shani dengan tatapan tajamnya.

"Apa kamu keberatan?." Air mata Shani sudah mengalir deras di pipinya. Ia tak ingin meninggalkan gadis kesayangannya di sana. Memberikan rasa sakit yang tak pernah terbayangkan olehnya. Namun di sini, Shani tak bisa berbuat apa-apa jika sang kepala keluarga sudah berbicara.

"Tapi kenapa pah?." Isak tangis pilu memenuhi ruang kerja tersebut. Seakan tuli, sang ayah berbicara, "Apa peduli ku?, aku tak ingin ada orang asing yang ingin menjadi bagian dari keluarga ini. Berbeda dengan calonmu ini, aku sudah mengenalnya dengan sangat baik."

Shani menggelengkan kepalanya, merasa tak terima dengan semua ini. Takdir yang begitu menyakitkan apalagi untuk Chika. Tapi apa boleh buat, ayah Shani sudah keluar dari ruangannya. Membanting pintu sedikit kuat yang berhasil membuat tubuh Shani bergetar.



"Chik, maafin aku."





TBC

ONESHOOT48Where stories live. Discover now