FreSha

2.6K 101 1
                                    

Beberapa waktu terakhir ini, Freya sering kali mendapati keadaan adik kelasnya yang berantakan. Walau di pagi hari sekalipun. Freya tak ingin menghakimi, tapi apakah adik kelasnya itu tidak sempat bersiap di rumah?.

Lihatlah sekarang, adik kelasnya itu harus berakhir terbaring lemas di UKS ditemani oleh dirinya. Dengan penampilan yang sama.

Freya tidak mengerti apa yang sedang di hadapi adik kelasnya. Tapi Freya rasa itu cukup berat.

Freya berasal dari keluarga yang mampu–pas pas an–tapi itu tidak berlaku kalau sudah berurusan dengan pendidikan. Mereka akan melakukan segala cara agar anak mereka–Freya–bisa menempa pendidikan dengan layak.

Sedangkan, gadis di depannya ini sepertinya berasal dari keluarga yang berada. Bisa Freya simpulkan dari sepatu dan tas yang ia kenakan.

"Kak Freya kenapa liatin aku kayak gitu?."

Ternyata kegiatan Freya menatap penampilan adik kelasnya itu sudah di ketahui.

"Ah enggak kok Sha. Kamu kenapa bisa kayak gini."

Marsha, gadis lucu dan menggemaskan. Pada awalnya.

Sebelum penampilan buruknya itu mengubah dirinya secara perlahan. Menelan mentah mentah penampilan gemas dan lucu itu.

Matanya berubah sayu dan tak berani menatap manik mata Freya. Menandakan bahwa ada sesuatu yang mengganggu pikirannya.

"Gapapa kalau ga bisa cerita."

Freya berdiri dan meraih makanan dan minuman yang ia titipkan pada temannya tadi. Untuk diberikan kepada Marsha.

"Ayo makan dulu, biar ada tenaga." Marsha menggeleng. "Aku suapin."

Freya mulai menyendokkan nasi, ditambahkan dengan lauk pauknya.

"Aaaa" Marsha membuka mulutnya dan mulai mengunyah suapan dari Freya. Pipi Marsha sedikit mengembung yang membuat Freya mengulum senyumnya.


•  •  •



Bel pulang sudah berbunyi sepuluh menit yang lalu. Namun terlihat seorang gadis yang masih berdiri dengan gugup di depan pintu gerbang.

Freya, kebetulan dirinya baru saja selesai membereskan ruang UKS dan menguncinya. Ia sedang berjalan menuju parkir untuk mengambil motornya.

Freya memicingkan matanya kala melihat orang yang ia kenal berdiri membatu di depan sana.

Freya pun menghampirinya.

"Sha,"

Freya menepuk pundak Marsha lalu Marsha pun menoleh. "Kenapa belum pulang?."

"Takut pulang."

Freya sedikit bingung. Bagaimana bisa ada seseorang bisa takut untuk pulang ke rumahnya sendiri. Freya benar benar merasa tidak ada yang beres ini.

"Kamu tunggu di sini ya."

Freya segera berlalu menuju parkir motornya. Membawanya mendekat ke arah Marsha.

"Nih pakai helm aku. Aku anterin kamu pulang." Marsha menggeleng.

"Nggak usah kak." Tapi bukan Freya namanya jika tidak memaksa dan berhasil membujuknya.

Kini Marsha memeluk erat perut Freya dari jok belakang. Entah ia takut jatuh atau takut jika mereka sudah sampai rumah.

Dan benar saja, sepertinya ini akan menjadi akhir dari hidup Marsha. Kedua orang tuanya dan kakak perempuannya sudah bersedekap dada di depan rumah. Seakan menanti kepulangan Marsha.

"Takut, sampai ngajakin temen nganterin pulang."

Tanpa aba aba, ayah Marsha menarik anaknya ke dalam. Freya yang ingin membantu pun di hadap oleh ibu dan kakak Marsha.

"Tolong, ini masalah keluarga kami. Anda siapa ya." Freyamasih terpaku di sana. Mendengar teriakan Marsha di dalam rumah. Jadi ini lah alasan adik kelasnya itu takut pulang.

• • •


Freya masih setia berdiri di depan rumahnya Marsha. Walau orang yang ia nantikan kehadirannya tak akan pernah muncul dari balik pintu itu. Mata Freya berkaca kaca menyorot sendu ke arah lantai dua.

Yang Freya yakini itu adalah kamar Marsha.

Kamar yang menjadi kisah pilu dan kejadian tragis. Kejadian yang selalu berputar seperti kaset rusak di dalam pikiran Freya.

Belasan tahun lalu, setelah dirinya menghantarkan Marsha pulang, esok dan seterusnya Freya tak lagi melihat kehadiran gadis itu lagi. Setelah dua minggu berlalu, Freya akhirnya mendapatkan kabar gadis itu, namun dengan keadaan yang sudah tak bernyawa.

Keluarga dari gadis itu langsung di bekuk polisi dan di bawa ke kantor polisi. Mereka tak banyak mengelak dan mengaku telah menghabisi anak dan adiknya.

"Udah Fre, iklhasin kepergiannya." Jessi, teman seperjuangannya di dalam kepolisian. Freya memutuskan untuk bergabung dalam kepolisian untuk mengungkap kasus serupa.

Freya sangat terlambat menyadari. Menyadari bahwa gadis itu membawa pergi hatinya menuju dunianya. Menyiksa Freya di dunia dengan tak memiliki perasaan kepada siapapun lagi.

END

ONESHOOT48Where stories live. Discover now