ShanChik [Ex]+

3.2K 108 8
                                    

°

°

°

Dua bulan menyudahi hubungan dengan Chika membuat kehidupan Shani berubah seratus delapan puluh derajat. Shani sebagai anak rantau sangat merasa kesepian saat ia tidak lagi bersama Chika. Hari harinya terasa begitu hampa dan tidak ada semangat untuk menjalaninya.

Shani memang yang meminta untuk berakhir. Shani melihat raut kecewa dan kesedihan di wajah Chika saat itu. Shani beralasan ingin fokus pada study-nya. Nyatanya, sekarang ia tidak bisa fokus sama sekali. Pikirannya terus melayang mengingat Chika.

Itu baru satu masalah yang Shani rasakan. Sekarang sudah mendekati akhir bulan, yang dimana ia harus membayar uang kontrakannya.

Lagi lagi Shani teringat dengan Chika. Gadis itu bersedia membayarkan tagihan kontrakan Shani, dulunya. Awalnya Chika mengajak Shani untuk tinggal bersama di rumahnya. Lagi pula di rumahnya itu hanya ada dia, adiknya dan juga maminya. Tapi Shani menolak dengan alasan tidak ingin merepotkan Chika.

Shani tidak ingin di cap sebagai benalu, yang hidup dengan cara menumpang dengan orang lain. Tapi jika dipikir pikir, Shani lebih baik di pandang seperti itu. Daripada hidup dengan serba kebingungan seperti ini.

Shani menghela nafasnya,ia harus memutar otak agar tanggal 30 nanti ia bisa membayar kontrakannya.




Shani turun dari ojek online yang ia pesan. Menyerahkan uangnya sembari mengucapkan terimakasih. Lalu Shani berjalan dengan santai menuju gedung fakultasnya. Seperti hari hari biasanya, Shani tidak bersemangat menjalani kegiatannya.

Setibanya Shani di dalam kelas, ia melihat teman temannya yang berkerumun. Bercerita dengan wajah panik serta tegangnya. Shani yang merasa aneh pun berjalan mendekat.

"Guys, ada apa?" Beberapa dari mereka menoleh ke arah Shani. Salah satu di antara mereka menarik tangan Shani untuk menjauh. "Shan," orang itu melengkungkan bibirnya ke bawah.

"Kenapa?" Shani panik dan khawatir melihat temannya yang seperti itu. "Uang gedung..." Orang itu menjeda ucapannya. "Uang bulanan... Kita di suruh untuk bayar sekalian," bagai di sambar geledek di siang bolong. Shani begitu terkejut mendengarnya.

Ini masalah baru lagi bagi Shani. Baru juga pusing memikirkan uang kontrakan, ini muncul lagi. Shani hanya bisa menghembuskan nafasnya. Ia berjalan lunglai menuju ke mejanya. Mendudukkan dirinya dengan menenggelamkan kepalanya di kedua lipatan tangannya.

°  °  °

Chika biasa saja ketika mendengar uang gedung dengan uang bulanan di bayar bersamaan. Chika dan Shani memang berada di fakultas yang sama. Namun berbeda jurusan dan gedung.

Selama Chika putus dengan Shani, tak pernah sekali pun Chika mengalihkan perhatiannya pada Shani. Chika selalu mencari informasi tentang Shani. Apa yang terjadi dengan Shani, bagaimana kesehariannya dan masih banyak lagi.

Pernah satu waktu, Chika memberikan foto Shani kepada penjaga kasir di sebuah toko. Chika melihat Shani yang sedang berbelanja bulanan. "Nanti mbak bilang aja kalau belanjaannya udah di bayar ya, ke orang ini." Chika menunjukkan foto Shani. Karyawan itu mengangguk.

"Nanti saya yang bayar semuanya."

Kini Shani tengah mengantri untuk membayar barang belanjaannya. Shani berbelanja cukup banyak karena kebetulan persediannya habis. Jadi Shani sudah mempersiapkan uangnya untuk semua ini.

Tiba lah giliran Shani. Penjaga kasir itu sedikit melirik foto yang ia letakkan di lacinya. Kemudian ia kembali menatap ke arah Shani. Penjaga kasih itu tersenyum sembari men-scan barang belanjaan Shani.

"Totalnya Rp.524.500 kak," penjaga kasir menyerahkan barang belanjaan Shani. Shani menerimanya dan memindahkannya ke tangan kiri. Ia sedikit kesulitan untuk mengambil uangnya. "Silahkan, antrian berikutnya."

Shani tertegun. Membayar saja belum, kenapa sudah ke antrian selanjutnya?

"Mbak, saya belum bayar loh," ujar Shani yang di balas senyuman olehnya. "udah lunas semua kok kak, terimakasih sudah berbelanja di toko kami!" Shani semakin dibuat tak mengerti. Namun Shani tetap mengangguk, mengucapkan terimakasih dan berjalan keluar toko.

Di ujung sana, Shani melihat sosok yang sangat ia kenal. Sedang berdiri dan berbincang dengan seseorang. "Chika?" lirih shani.



"Woi! Kesambet baru tau rasa," Chika memejamkan matanya. Ia menarik nafas lalu menghembuskannya secara perlahan. "Ngagetin aja!"

"Ya lagian! Kenapa sih? Masak iya nggak bisa bayar?" goda temannya itu kepada Chika. "Ck! Bukan itu!"

Chika tak menghiraukan ocehan temannya itu. Pikirannya kembali tertuju pada Shani. Chika yakin Shani saat ini sedang kesulitan mencari uang.

Chika berdiam diri di dalam mobilnya. Mengamati satu per satu mahasiswa mahasiswi yang keluar gedung untuk pulang. Hanya satu tujuan Chika, yaitu melihat keadaan Shani. Walaupun tidak secara langsung.

Tak lama, orang yang ditunggu Chika pun muncul. Chika dapat melihat raut wajah Shani yang sedikit tertekan. Bahkan Shani tak menyadari keberadaan mobil Chika disekitarnya.

Shani naik ke atas ojek online-nya, mengenakan helm yang diberikan lalu melesat menuju kontrakannya. Chika pun juga pergi dari area tersebut.

Sesampainya dikontrakan, Shani menghempaskan tubuhnya ke arah kasurnya. Shani mengingat kembali ucapan salah satu teman binal nya. Menyarankan Shani untuk menjual diri. Apalagi dengan keadaan yang masih perawan.

"Apa iya, itu cara terakhir?" gumam Shani sembari menutup matanya. Lelah selalu Shani rasakan. Apalagi dengan beban pikiran sebanyak ini.






Chika sedang dilanda kepanikan saat ini. Ia mengerahkan seluruh tenaganya untuk menjamah seluruh club malam yang ada di sekitar kontrakan Shani. Chika yakin jika Shani tidak akan pergi jauh jauh dari sana.

Chika sangat terkejut mendapati Shani yang ingin menjual keperawanan nya demi mendapatkan uang dengan banyak. Sungguh Chika tidak rela jika keperawanan Shani jatuh ke tangan orang lain.

Sekarang Chika mulai memantau pergerakan Shani. Shani mulai berjalan menyusuri jalanan untuk menuju ke club malam terdekat. Telapak tangannya sudah berkeringat dingin. Shani takut, tapi tidak bisa berbuat apa apa.

Shani masuk dan berjalan menghampiri penjaga bar. Mungkin Shani akan langsung ke intinya saja. Sedangkan Chika sudah memakai topeng yang menutupi bagian matanya. Seharusnya Shani tidak bisa mengenali dirinya. Apalagi dengan kondisi lampu yang meremang.

"Permisi, kak?" tanya Shani dengan sopan. Orang itu melihat Shani dengan tatapan yang sulit diartikan. Menatap Shani dari ujung kaki hingga ujung kepalanya. "Wah! Kakak udah ada janjian sama orang?" terka orang tersebut secara langsung. Shani menggeleng.

"Nah, kebetulan kak," orang itu menyerahkan kertas berisi nomor ruangan. "Kakak langsung ke sana aja. Nego langsung aja di dalem kamar." Shani meraih kertas tersebut dan langsung pergi ke ruangan nomor 28.



TBC

ONESHOOT48Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang