Mantan Istri+

3.8K 189 12
                                    

Eli langsung memutuskan sambungan telefonnya. Bergegas merapikan barangnya dan pamit pada Olla. Langkah Eli terhenti kala ia sudah berada di luar ruangan. Ia rogoh kembali ponselnya yang berada di saku. 

"Hallo, ada apa lagi, Eli?" Suara Chika kembali hadir dari dalam ponsel tersebut. Memiliki asisten yang seenak hati menelponnya. "Bu bos ada di ruangan nomor berapa? Saya ke sana sekarang!"

"Ruang sebelah—"

Sambungan kembali di putus sebelah pihak oleh Eli, membuat Chika harus ekstra sabar menghadapinya. 

BRAKK!

Kesabaran Chika sudah habis sampai sini. Ia membalikkan badannya dengan tatapan-nya yang tajam. "Kamu bisa santai sedikit, Eli?!" geram Chika dengan menaikkan intonasinya.  

Tanpa meminta maaf, ia berjalan mendekat ke arah Chika dan juga Shani. Eli pun melihat wajah pucat serta pipi tirus milik Shani. Kembali ia melempar pandangan ke arah Chika. 

"Kok bisa?"

"Kebetulan," sanggah Chika dengan cepat. Karena memang itu faktanya. 

Baru saja hendak mendaratkan bokongnya di sebelah Chika, seorang dokter dan juga suster masuk ke dalam ruangan. Mereka nampak terkejut dengan kehadiran mereka berdua.

"Dengan keluarga pasien?" Tanya sang dokter sembari memasangkan stetoskop di kedua telinganya. Kemudian suster menyerahkan beberapa alat pendukung untuk memeriksa detak jantung pasien.

"Saya—suaminya."

Chika menarik Eli untuk memberikan jarak kepada dokter. Ia mendudukkan Eli di sebelahnya.

Chika merogoh tas kecil yang masih tersampir di bahunya. Menyerahkan kunci mobilnya kepada Eli.

"Nanti saya bisa pulang naik angkutan umum, atau... Taksi, mungkin." Chika menjeda ucapannya karena tak yakin di sore hari masih ada taksi yang berkeliaran.

Eli pun mendorong pelan tangan Chika. Menyerahkan kembali kunci tersebut. "Saya di sini aja, Bos. Di rumah juga lagi kosong." Chika mengangguk lalu memasukkan kembali kuncinya.

Kini mereka berdua beranjak dari duduknya ketika dokter sudah selesai memeriksa. Chika maju selangkah untuk menerima saran serta masukan dari sang dokter.

"Tidak ada yang perlu di khawatirkan. Pasien hanya mengalami kelelahan dan... Mungkin istrinya banyak pikiran." Chika melirik Shani yang masih memejamkan mata. Kemudian kembali menatap sang dokter.

"Baik Dok, terimakasih. Mungkin kesibukan saya yang membuat dia begini." Dokter itu tersenyum kemudian mengangguk.

Meminta Chika untuk mengikuti langkahnya menuju ke ruangannya, sekaligus melengkapi administrasi. Jadi, hanya ada Eli seorang yang ada di dalam ruangan.

-

"Maaf, bagaimana Dok?" Chika mengorek kupingnya untuk memastikan ucapan sang dokter.

"Sex?" Beo Chika yang di angguki oleh dokter tersebut.

Seperti yang kita ketahui, pasangan suami istri paling tidak melakukan hubungan badan seminggu sekali atau dua kali. Tergantung dari masing masing pasangan. Itu juga dapat mengurangi tingkat stress. Tapi di kasus Chika ini, ia baru saja bertemu kembali dengan istrinya. Ia juga tak mengetahui jika Shani sakit hingga di rawat di sini.

"Luangkan waktu anda barang sejenak. Anda juga butuh istirahat dari hiruk pikuk dunia pekerjaan. Begitu pun dengan istri anda yang butuh dipuaskan."

-

"Chika..."

Eli yang sedang asyik dengan ponselnya dikejutkan dengan rengekan Shani dengan matanya yang masih terpejam. Membuatnya bangkit lalu mendekat ke arah brangkar Shani.

"Shani! Shani!"

Satu tangan Eli berusaha menyadarkan Shani, sedangkan satunya lagi sedang sibuk mencari kontak bosnya.

"Boss!"

"Aduh! Telinga saya!" Tak dihiraukan sama sekali.

"Shani sudah sadar, Bos!"

Tampak Chika yang menggenggam erat tangan Shani. Bahkan ia hampir naik ke atas brangkar Shani.

"Udah ya, jangan nangis. Ada aku di sini." Ujar Chika sembari mengelus rambut bergelombang mantan istrinya.

"Sakit..." Lirihnya dengan suara serak. Menghentikan elusan Chika kemudian menatapnya. Di tunjuknya tangan kirinya yang terpasang selang infus.

"Iya, iya, makanya kamu jangan banyak gerak ya. Infus habis, kita pulang."

-

"Terimakasih banyak Eli sudah membantu saya dan juga mantan istri saya." ujar Chika tulus seraya meletakkan barang Shani, diikuti oleh Eli.

"Sama-sama, Bos. Senang bisa membantu dan semoga Bos bisa rujuk dengan mantan istrinya." Chika mendudukkan dirinya di sofa ruang tamu diikuti oleh Eli. Karena mereka sedang dibuatkan minuman oleh ART yang ada di rumah Chika.

Setelah berbincang mengenai pekerjaan sembari menikmati suguhannya, Eli pamit pulang karena hari yang mulai petang.

"Nggak usah bos. Kasian Shani sendirian di rumah. Lagi pula, saya udah pesan taksi, kok." Tak lama setelah itu, Chika melihat punggung asistennya yang pergi menjauh. Chika masuk ke rumahnya, mengunci pintu depan lalu berjalan menuju ke kamarnya.

Saat memasuki kamarnya, Chika melihat Shani yang sudah membuka matanya. Kedua bola matanya menatap langit langit kamarnya. Kedua tangannya memeluk bingkai foto milik Chika.

"Orangnya masih di sini, kenapa peluk fotonya?" Shani menoleh. Melempar asal bingkai foto tersebut kemudian berlari dan memeluk Chika. Chika pun tersenyum dan membalas pelukannya.

"Chika... Aku kangen,"

"Aku, apalagi."

Chika menggendong tubuh Shani untuk dibawa ke kasur. Berniat hati untuk meletakkannya. Namun Shani melingkarkan kedua kakinya pada pinggang Chika.

"Bisa nggak, sekarang aja?"

Chika tersenyum kemudian mengangguk.

"Nggak ada alasan untuk nggak bisa. I'm yours."

ONESHOOT48Donde viven las historias. Descúbrelo ahora