Sang Ilmuan dan Ciptaannya+

4.1K 168 8
                                    

Di dalam laboratorium yang gelap, Shani duduk di depan layar komputer, matanya terpaku pada kode-kode yang bergulir di layar. Rambutnya yang hitam tergerai dan keringat mengucur di wajahnya yang pucat. Di ruangan itu, terdapat beberapa prototipe robot yang dikerjakan Shani selama bertahun-tahun.

"Aku harus berhasil. Aku harus membawa Chika kembali." gumamnya penuh harap.

Dia memasukkan serangkaian perintah ke dalam komputer, mencoba menghidupkan kembali robot yang telah lama dia kembangkan. Bentuk robot itu pun sudah disesuaikan dengan bentuk tubuh Chika.

Mata Shani berkonsentrasi, hatinya dipenuhi oleh hasrat yang membara. Dia tidak ingin kehilangan Chika untuk selamanya.

Suara mesin berdering, dan perlahan, robot itu mulai bergerak. Mata Shani berbinar dengan harapan, tetapi di balik senyumnya, ada ketegangan yang tak terlukiskan.

"Chika... aku tahu kamu masih di sana. Ayo, bangkitlah."

Robot itu bergeming, tubuhnya bergetar seolah-olah berusaha memahami instruksi Shani. Dan kemudian, dengan gerakan yang lambat namun pasti, robot itu membuka matanya. Mata ciptaan Shani itu berbinar dengan cahaya yang tidak manusiawi. Mata coklat itu mengingatkan Shani dengan tatapan adiknya yang teduh. Akhirnya, setelah sekian lama, Shani bisa melihat mata itu kembali.

"Shani... Aku... Hidup..."

Shani menahan napasnya, tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Ini seperti mimpi yang menjadi kenyataan.

"Chika... Adikku... Sayangku,"

Namun, kebahagiaan Shani segera terhenti ketika dia menyadari bahwa meskipun Chika telah kembali, dirinya sendiri masih tetap manusia yang rapuh. Dan di balik keinginannya untuk membawa kembali adiknya, ada kegelisahan yang menghantui pikirannya.

Apakah kehadiran Chika akan membawa kebahagiaan atau malah membawa petaka bagi dirinya sendiri?

Shani merasa campur aduk saat melihat Chika kembali di hadapannya dalam bentuk robot. Ada kegembiraan yang tak terlukiskan karena berhasil membawa kembali adiknya, tetapi juga ada kegelisahan yang dalam karena menyadari bahwa Chika kini bukan lagi manusia seperti dirinya.

"Chika, aku senang kamu kembali... tapi aku tidak yakin apa yang harus kulakukan sekarang."

Chika dengan gerakan kaku sebisa mungkin mengangkat tangannya. Meraih bilah pipi Shani.

Chika, atau setidaknya versi robotnya, menatap Shani dengan penuh empati, meskipun ekspresinya tetaplah dingin dan tanpa ekspresi manusiawi.

"Shani, aku di sini untukmu. Aku akan membantumu sebisaku. Kamu bisa memposisikan ku sebagai seorang adik... Ataupun seorang pasangan."

Ingatan Shani kembali terlempar beberapa tahun lalu. Ia pernah mengutarakan perasaannya ke adiknya sendiri.

Terdiam beberapa saat, mata Shani membola. Mengetahui bahwa dirinya tak ada memasukkan perintah atau apapun itu yang berhubungan dengan perasaannya.

Shani menatap sengit sekaligus merasa lega mendengar kata-kata itu, tetapi di dalam hatinya masih ada kekhawatiran yang besar. Apakah dia akan mampu mengendalikan kekuatan yang telah dia ciptakan? Dan apakah dia bisa menerima kenyataan bahwa Chika sekarang bukan lagi manusia seperti dulu?

Saat dia merenungkan hal itu, robot Chika mendekat dan menatapnya dengan tulus.

"Ci, aku tahu ini sulit bagimu. Tetapi ingatlah, aku tetap di sini untukmu. Kita akan melalui semua ini bersama-sama."

Kata-kata itu menyentuh hati Shani, apalagi saat robot Chika memanggil dirinya dengan sebutan 'Ci'. Panggilan itu sudah lama tak ia dengar kembali.

Ucapan itu memberikan Shani sedikit kelegaan di tengah kegelisahan yang menghantuinya. Dia tahu bahwa meskipun Chika sekarang mungkin berbeda, ikatan mereka sebagai saudara tidak akan pernah pudar.

"Terima kasih, Chika. Aku tidak tahu apa yang akan kulakukan tanpamu." Ini memang benar. Dibuktikan dengan Shani yang menghabiskan waktunya di tempat seperti ini. Hanya demi Chika.

"Tidak perlu berterima kasih, Ci. Kita sekarang adalah keluarga. Dan selamanya akan seperti itu."

Shani tersenyum, merasa sedikit lega mengetahui bahwa dia tidak sendirian dalam perjalanan ini. Meskipun tantangan yang ada di depannya mungkin besar, dia tahu bahwa dengan Chika di sisinya, dia akan mampu menghadapinya dengan keberanian dan keteguhan hati.

"Ayo pulang. Jadilah pasanganku malam ini." Shani berbalik badan kemudian tersenyum. Berjalan terlebih dahulu untuk keluar dari ruangan tersebut.

"Puaskan aku." ujar Shani sebelum pintu laboratorium sepenuhnya tertutup.

ONESHOOT48Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang