FreShan

2.2K 99 5
                                    

"Nanti ayah bisa jemput Marsha?."

Shani, seorang duda anak satu sedang mengantarkan sang anak pergi ke sekolah. Marsha pun bertanya kepada ayahnya perihal kesanggupannya untuk menjemput.

Marsha sangat tahu dan mengerti bagaimana kesibukan ayahnya. Berawal dari Gracia–ibu Marsha–yang pergi meninggalkan mereka berdua untuk selama lamanya. Sejak saat itu Shani menjadi gila kerja. Menjadikan kesibukannya sebagai pelampiasan agar tidak terpuruk di kesedihan.

"Iya nak, nanti ayah usahakan. Kamu belajar yang rajin ya." Shani mengelus rambut dan pipi anaknya.

"Kalau gitu Marsha masuk dulu ya yah." Shani melihat punggung anaknya yang semakin menjauh. Tersenyum tipis karena berhasil menjaga dan merawat anak semata wayangnya.

Namun raut wajah sendu masih terlihat menghiasi wajahnya itu. Tak dapat di pungkiri bahwa ia serapuh itu.

'Ge, apa caraku berlebihan agar bisa melupakan bayangmu?.'

Shani kembali masuk ke mobilnya karena mengingat hari ini ia ada meeting bersama client-nya.

•••

"Marsha, kamu pulang sama siapa?."

Lontaran pertanyaan itu tak bisa Marsha jawab. Kini ia dan temannya yang bernama Kathrina sedang berjalan di lorong untuk sampai ke gerbang utama.

Kegiatan belajar mengajar telah usai. Jadi semua murid sudah berhamburan untuk pulang ke rumah mereka.

"Aku nggak tau Kath,"

Marsha pun tidak bisa memastikan dengan siapa dirinya pulang. Jika memang benar ayahnya bisa menjemput, maka lima belas menit sebelum dirinya keluar kelas, ayahnya sudah mengirim pesan kepadanya.

Kini mereka berdua sudah sampai depan, terlihat ibu Kathrina yang sudah menunggu dengan pakaian kantornya.

"Loh Marsha, ayah kamu belum datang?." Marsha menggeleng.

"Mau bareng Sha?," Lagi lagi Marsha menggeleng menjawab pertanyaan Kathrina. "Aku tunggu di sini aja Kath, kasian nanti ayah rugi ke sini."

"Kalau gitu aku pulang duluan ya Sha, duduk di sana dulu aja kalau kamu lelah berdiri." Kathrina menunjuk ruang tunggu yang memang di sediakan oleh pihak sekolah bagi anak anak yang menunggu jemputan mereka.

•••

"Hahaha... Memang Bu Freya menjanjikan apa ke siswa?."

Freya, Seorang guru yang sudah bekerja di sekolah ini kurang lebih dua bulan lamanya. Ia adalah guru pindahan dari sekolah lain.

"Saya cuma janjikan bahwa ada hadiah yang menunggu mereka jika ada yang meraih juara 1, 2 dan 3 pak Lukas." Jawab Freya sembari menelusuri jalan untuk sampai ke parkiran.













"Sampai jumpa besok ya Bu." Motor pak Lukas pun keluar dari area sekolah. Kini Freya berjalan ke arah motornya dan menggunakan helmnya. Langit yang mendung menjadi alasan Freya untuk bergegas.

Namun sebelum ia keluar, matanya tak sengaja melihat seorang gadis yang duduk termenung sembari menatap ke arah langit yang menggelap. Freya pun memutuskan untuk menghampirinya.

"Hey nak, kenapa belum pulang?." Marsha pun menoleh ke arah guru itu dan menggeleng. "Saya sedang menunggu jemputan Bu, ayah saya mungkin sebentar lagi sampai."

Freya menurunkan standar motornya dan menghampiri gadis tersebut. "Apa ayahmu sudah dalam perjalanan?." Marsha menggeleng.

Astaga.

"Pulang dengan ibu yuk, ibu antarkan kamu sampai rumah. Lagi pula langit sudah mendung." Dan benar saja, langit semakin di tutupi awan hitam yang sepertinya sebentar lagi akan turun hujan.

•••

"Terimakasih untuk tumpangannya Bu, mari masuk dulu." Marsha menawarkan gurunya untuk masuk ke rumahnya terlebih dahulu.

"Tak apa Marsha, mungkin lain kali saja."

Tiba tiba ada kilat menyambar lalu diiringi dengan tetesan air hujan yang deras. Memaksa Freya untuk menerima tawaran muridnya.

"Perkenalkan nama saya Marsha Bu, dari kelas IPA 4." Ujar Marsha dan meletakkan dua teh hangat di depan meja.

"Iya Marsha, nama ibu, Freya. Ibu baru dua bulan mengajar di sekolah kamu." Marsha mengangguk dan mempersilahkan Freya untuk meminum teh hangat nya.

"Kedua orang tua kamu kemana Marsha?." Terlihat tatapan Marsha yang sendu lalu kembali menatap manik mata gurunya.

"Kalau ibu saya sudah meninggal beberapa tahun yang lalu Bu, dan sejak saat itu lah ayah saya menjadi gila kerja dan jarang berada di rumah."

"Ibu minta maaf Marsha, maaf karena ibu tidak tau."

"Tidak masalah Bu."



Terdengar suara klakson mobil dan langkah kaki yang memburu.

"MARSHA.."

"Pak Shani?,"

"Bu Freya?."

•••

Tidak tau karena apa, namun sedari tadi senyum Marsha terus mengembang. Semenjak ayahnya datang dan melihat kehadiran Bu freya di rumahnya.

Lalu ia menceritakan pengalamannya saat bertemu satu sama lain. Senang rasanya melihat senyum ayah yang akhir akhir ini tak pernah tampak.

Berharap banyak jika Bu Freya dapat mengubah ayahnya menjadi ceria kembali. Tapi apakah mungkin?.

"Bu Freya sudah makan?, kalau belum mari makan bersama. Saya ada beli makanan kok sebelum pulang."

Freya yang awalnya menolak pun kini harus ikut duduk di kursi meja makan. Ia dipaksa ikut oleh Shani dan juga anaknya. Marsha.

Kini Marsha kembali menampakkan deretan giginya yang rapi. Menyaksikan sifat peka dan peduli sang ayah terhadap seseorang. Sangat menjunjung tinggi tamu yang ada di depannya ini.

"Aku senang deh liat kelakuan ayah yang seperti ini." Sontak Shani pun berhenti dalam kegiatannya. Menoleh pada sang anak.

"Iya, sifat peduli dan peka ayah mulai muncul lagi setelah beberapa tahun hilang entah kemana." Shani pun hanya terkekeh mendengar ucapan anaknya.

Ia membenarkan ucapan tersebut. Karena semenjak istrinya meninggal, Shani menjadi pribadi yang tertutup bahkan ke Marsha sekali pun. Makanya Marsha senangnya bukan main melihat sifat itu muncul kembali.

"Apa aku bisa berharap jika kalian berdua akan menjadi orang tuaku?."

END

ONESHOOT48Where stories live. Discover now