2. BULU PENGUIN

5.6K 723 504
                                    

2. BULU PENGUIN

Pak Ham berhalangan masuk hari ini karena harus mendampingi siswa yang ikut lomba olimpiade.

Digolongkan sebagai kelas unggulan, pastinya Pak Ham tidak tega membiarkan kelas Mika cuma berdiam diri melamun di kelas, apalagi memanfaatkan kekosongan jam untuk menggosip Pak Ham dari belakang. Maka, beliau mengamanahkan tugas pada Nando, sang ketua kelas, untuk membagikan soal yang sudah diketik beliau semalaman dan harus dikumpul hari ini.

"Di soalnya ditulis suruh dikerjain berkelompok, ya! Udah dicantumin namanya, tinggal pindah tempat duduk sesuai temen kelompok. Nggak bisa tuker, yang nentuin udah Pak Ham dari sononya," peringat Nando sebelum teman-temannya mulai mengerjakan.

Terdengar suara rentetan protes tidak terima karena mendapat teman kelompok yang tidak sesuai ekspektasi. Berbeda dengan cowok itu, sosok berambut tidak rapi dengan postur tubuh yang tidak begitu tinggi untuk ukuran anak laki-laki. Dia tersenyum, begitu membaca nama Mika sebagai teman sekelompoknya. Memang, satu kelompok hanya berisi dua anggota.

"Ah, Sha, tuker dong, gue nggak mau sama Dino," rengek Mika pada Sasha, teman dekat sekaligus chairmatenya.

"Yah, kenapa sih, Ka? Dino doang nggak apa-apa."

"Ih, lo lebih pilih Beni daripada gue?" Mika melirik Beni yang sudah duduk di sebelah Sasha, sedang Beni senyam-senyum sendiri.

"Ih udah cepetan sana, tinggal lo doang yang masih berdiri, kasihan Dino noh," Beni akhirnya berbicara.

Mika mendengus tidak suka.

"Dino pengin banget tau duduk sama lo," ucap Beni setengah berbisik, Mika bergidik ngeri.    

"Mika, cepetan sini! Keburu jamnya habis." Itu suara Dino. Yang dipanggil menghela napas pasrah dan segera menghampiri meja teman sekelompoknya itu.

Mika menjatuhkan bokongnya di kursi sebelah Dino, lalu meletakkan bukunya asal hingga menimbulkan sedikit suara. Ia mulai menuliskan angka-angka di buku tulisnya, tak sedikitpun menghiraukan Dino yang ada tepat di sebelahnya.

Cewek itu merasa canggung setiap kali berhadapan dengan Dino, laki-laki yang notabenenyabaru beberapa minggu lalu menyatakan perasaan yang kedua kali untuk dirinya,dan lagi-lagi Mika tolak.

Bukan apa-apa, wajah Dino juga tak sejelek yang sekarang kalian bayangkan. Tubuhnya tegap dan berisi seperti polisi walau tidakbegitu tinggi, dia mantan anak pramuka yang aktif dalam organisasi sana-sini,akademiknya yang bagi Mika bagus karena bisa masuk kelas ini, dan sikap yang tidak mudah putus asa seharusnya bisa meruntuhkan dinding pertahanan Mika. Namun, gadis itu juga tidak mengerti, ia belum bisa mencintai Dino, mencoba untuk memberi hati pada Dino pun belum pernah sama sekali terlintas.

"Eh, kok jawaban lo nomer tiga beda sama punya gue?" tanya Dino tiba-tiba membuka pembicaraan. Cowok itu pasti sudah tau kalau Mika tidak mungkin mengajaknya bicara dulu.

"Hmm, masa sih," balas Mika pendek seolah tidak mau tahu.

"Lo bener kan ngitungnya? Bareng aja sini, ini juga tugas kelompok kan."

Dalam bidang akademik, Dino ini memang lebih menonjol pada matematika dan ilmu yang berhubungan dengan angka lainnya. Berbanding terbalik dengan Mika yang lebih lebih menyukai aksara ketimbang angka.

Mika hanya menarik napas dalam-dalam ketika Dino mendekatkan diri ke arahnya, mencoba meneliti jawaban keduanya yang berbeda.

"Kayaknya lo ini belum dibagi dua deh." Dino menunjukkan letak kesalahan Mika.

Mika cuma meringis canggung. "Oh, iya ya? Bentar deh gue coba lagi." Jeda sebentar sebelum Mika tiba-tiba menolehkan wajahnya ke arah Dino, "Thanks." Mika tersenyum.

From Earth to Stars||✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang