11. TRAGEDI KEPALA JATUH

2.1K 294 170
                                    

11. TRAGEDI KEPALA JATUH

Cuaca siang ini memang cerah. Meski panas, tetapi seperti ada angin sepoi-sepoi dari surga yang dikirim ke perpustakaan tempat Mika menyandarkan kepalanya di bahu Arbi dua puluh lima menit ini. Merasa daun telinganya terkena belaian angin surga, menjadikan cowok di sebelah Mika menutup mulutnya. Menguap.

"Heh ini tuh udah jam berapa, Mi—

Dalam hitungan sekon sebenarnya mata Arbi sudah hampir terpejam. Tapi takdir tak membiarkannya begitu. Matanya terjaga lagi karena mendengar seruan entah dari siapa namanya. Arbi memicingkan matanya melihat sosok di depan dia. Arbi ingat, yang jelas cowok ini adalah orang yang saat itu keluar dari gor bersama dengan Mika.

"E ... eh, Kakak temennya Mika, ya?" Arbi refleks menggeser tubuhnya dari Mika, ketika sadar dirinya tengah diperhatikan oleh cowok entah siapa namanya itu.

Otomatis, kepala Mika jadi jatuh dan terbentur meja seiring bergesernya tubuh Arbi. Cewek itu mengaduh kesakitan, mengelus-elus kepalanya. Arbi ikut meringis memandang Mika kesakitan seperti itu. Ia tak sengaja.

"Eh, Ka ... sori, nggak sengaja," kata Arbi sambil meletakkan kedua tangannya di depan dada, sorot matanya memelas.

Mika diam saja. Masih dengan kegiatannya mengelus kepalanya tadi.

"Sakit banget ya, Ka?" kali ini Arbi benar-benar khawatir dan merasa bersalah.

Sedang cowok yang berseru tadi hanya menonton, seolah dua orang di depannya ini sedang memperagakan pentas drama.

"Hm, sakit Ju ... kok lo minta maaf? Gue jatuh sendiri kan," akhirnya Mika berbicara.

Arbi garuk-garuk kepala. "Hm, i ... iya. Tadi tuh ... lo tidurnya di bahu, emm ... bahu gue. Cuman gue tadi kaget jadi refleks geser, terus kepala lo jadi jatuh. Em, sori."

Mengetahui fakta sebenarnya yang baru terjadi, Mika jadi senyam-senyum sendiri. Cewek itu sadar, Arbi cukup gugup untuk menyusun kalimat yang pas untuk menjelaskan hal tadi. Jadilah muncul suatu ide di kepala Mika, ia menyunggingkan bibir.

"Duh, sakit padahal. Kalau benjol gimana ya, padahal dua hari lagi gue ada lomba. Pusing, huhuhu," Mika berkata seolah sakit yang ia rasa sama seperti terkena vertigo.

Arbi mengulurkan tangannya ke kepala Mika, menyentuhnya. Perlahan ia mengelus kepala gadis itu dengan tampang yang amat masih merasa bersalah. Mika terkikik geli dalam hati.

"Maaf ya, Ka. Gue kira nggak separah ini efeknya."

Mika senyam-senyum. "Hm. Pusing nih jadinya." Dia belum selesai berakting rupanya.

"Masih pusing? Yang mana?"

Mika jelas mengangguk. Lalu menunjuk bagian kanan kepalanya.

Cowok berjersey badminton yang masih betah bertengger menonton dua manusia drama itu menarik napas kasar. Ia sepertinya tahu kalau Mika sedang melancarkan aksi modusnya.

"Nih, makan benjolnya! Banyak mau luuu! Udah ditunggu Pak Vidi sama yang lain tahuuuu." Cowok tadi dengan seenaknya langsung mengapit bagian kepala yang baru ditunjuk Mika di bawah keteknya.

Dia membawa Mika beranjak dari perpus masih dengan posisi mengapit tadi. Nahasnya kali ini Mika sedang tidak berbohong. Bagian kepala yang masih sakit karena jatuh ke permukaan meja adalah sebelah kanannya.

Arbi memandang punggung Mika yang semakin menjauh dan hilang dari balik pintu perpustakaan. Ia mengangkat tepalak tangannya yang tadi dipakai untuk mengelus kepala Mika. Memperhatikan telapak putih itu sambil membayangkan wajah terlipat Mika tadi. Ia terkekeh pelan seraya geleng-geleng kepala.

From Earth to Stars||✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang