19. DHIMAS BAGI MIKA

1.6K 209 43
                                    

19. DHIMAS BAGI MIKA

Apa kamu pernah merasa sakitnya jatuh cinta ketika orang itu sudah tidak ada?

Mika pernah sekali mengalaminya, dan pedih di hati seperti berkali-kali rasanya. Mika benci, ketika dia ingin bercerita tengah malam tetapi terdengar nada dari seberang bahwa nomor telepon Dhimas sudah tidak bisa lagi dihubungi. Hari-hari Mika sepi, ketika tidak ada lagi yang menimpali setiap canda yang keluar dari bibir kecilnya. Mika kecewa pada dirinya sendiri, yang terlambat menyadari bahwa perasaan dia selalu tumbuh setiap hari, lalu subur menjadi pohon cinta lebih dari sekadar arti sahabat.

Dhimas bagi Mika adalah segalanya, meski Mika bagi Dhimas sebatas sahabat dekatnya.

"Dhim, lo beneran deket sama Aggy?"

Mika bertanya pada Dhimas di kursi panjang depan bimbel mereka. Keduanya masih mengenakan seragam putih biru menunggu jadwal les mereka yang mulai lima belas menit lagi.

Dhimas hanya manggut-manggut sembari sesekali menyeruput es kelapanya.

"Ishh! Dhimas, serius gueee!" Mika menyubit-nyubit pinggang lelaki di sebelahnya.

Lelaki itu meringis ketika tiba-tiba seperti ada semut yang menggigit pinggangnya. "Yee, gue juga serius, Mikaaa."

Mika membelalakkan matanya. Entah mengapa ada sebagian hatinya yang hampa ketika mendengar pengakuan itu dari Dhimas.

"Katanya nggak mau pacaran udah kelas sembilan, bohong ye lu!" respons Mika seadanya.

Zaman sekarang, baru kelas tiga SMP pun sudah berani pacaran. Minimalnya chat-chatan lewat sosial media, maksimalnya kencan di taman kota minta ditemani teman dekat yang akhirnya cuma jadi kambing congek.

"Hmmm. Ya soalnya tuh Aggy baik banget kalau ke gue Ka, nggak tahu aja tiba-tiba sering banget bantuin gue ngerjain tugas, atau kalau udah parah banget gue nggak ngerti atau gue mager, dia mau ngerjain sampai selesai," cerita Dhimas apa adanya ke Mika.

Hati Mika seperti sedikit tersentil, merasa dirinya belum bisa jadi teman yang baik untuk Dhimas. Mika justru suka meledek Dhimas kalau Dhimas ada pelajaran yang belum dimengerti, meski nantinya juga Mika ajari, tapi tidak sampai mengerjakan seluruh tugas Dhimas, seperti apa yang sudah dilakukan Aggy.

"Serius dia sebaik itu sama lo?" Mika tertawa sebentar. "Itu cinta atau obsesi ya, Dhim? Hehehe."

Dhimas mengangkat bahunya tak acuh. "Gue cuma merasa dia baik banget ke gue, ya gue respect juga lah, orang katanya anak kelas, Aggy tuh suka ke gue sejak sekelas waktu di kelas sembilan ini."

Mikapun hanya mengangguk-anggukan kepalanya mendengar Dhimas bercerita.

"Ka, besok mau ikut gue nggak?"

Perempuan di sebelahnya menaikkan satu alis. "Ke?"

"Ya main. Paling mentok ya entar makan makan, hahaha."

Mika ikut tertawa. "Boleh deh, kalau ada makanan mah kenapa enggak sih, hahaha."

"Sama Aggy sama Lintar juga. Lo entar gue kenalin ke Lintar, anak kelas 9E lo tahu, kan? Dia temen gue yang paling baik sumpah, Ka!" kata Dhimas semangat.

Mika menanggapinya dengan senyuman kecil. Perempuan itu tak begitu semangat kalau dia mau dikenalkan dengan Lintar yang katanya paling baik, karena dia terlanjur menganggap kalau Dhimas sudah yang paling baik, setidaknya untuk sekarang.

"Masa sih, Dhim? Padahal kalau sekilas dilihat, muka Lintar tuh yang paling sangar di antara temen-temen lo. Hmm, berarti Lintar kebalikannya Deon dong, ya? Deon kan udah muka alus kayak Hello Kitty, tapi kelakuannya rese kalau lagi laper!"

From Earth to Stars||✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang