21. MENAMBAL BAN

1.7K 218 29
                                    

21. MENAMBAL BAN

Penyerahan hadiah kepada para pemenang baru saja selesai. Senyum bahagia sangat jelas terukir di bibir Mika, begitu juga dengan sahabat-sahabat Mika yang menjadi saksi akan keberhasilannya turut merasakan bangga. Tak terkecuali Arbi, sedari tadi dia sibuk mengabadikan momen menyenangkan ini dengan kameranya.

Kini mata Arbi bergerak memperhatikan Mika, gadis itu tiba-tiba berlari dan menghamburkan diri ke pelukan pria dan wanita paruh baya yang sepertinya adalah pasangan suami istri. Mika menenggelamkan wajahnya ke dalam pelukan itu, sedangkan dari belakang terlihat bahunya naik turun mirip orang sedang menangis.

"Selamat ya, Sayang." Wanita paruh baya berjilbab hitam itu mencium pipi kanan kiri serta dahi Mika membuat tangis Mika semakin deras. "Sst, udah ... jangan nangis, malu dilihat temen-temennya tuh."

"Iya ah, Kakak cemen banget nggak usah nangis!" celetuk laki-laki yang tingginya baru sebahu Mika itu. Reo, adik laki-lakinya.

Kalau saja bukan di momen penting seperti ini, Mika pasti akan langsung membalas celetukan itu dengan sengit dan bendera perang akan dikibarkan Mika untuk adiknya yang satu ini.

"Kak, selamat ya! Papa bangga sama Kakak," kata si Papa sambil mengelus pelan puncak kepala putri sulungnya.

"Makasih ya Ma, Pa," balas Mika sesenggukan.

Kedua orang tuanya lantas mengangguk sambil tersenyum. Tangisan Mika berangsur-angsur hilang sembari dia mengusap sisa-sisa airmatanya. Si Mama terlihat merogoh sesuatu di dalam tas, dan keluarlah benda persegi panjang dari dalamnya.

"Mika mau foto nggak?" tanya Mama.

"Ayo dong, Ma!" sahut Mika semangat dengan suaranya yang masih sedikit bindeng.

"Sini Kak, fotonya sama Papa sama Reo juga," kata si Papa.

Mika pun mendekat ke arah Papa dan menempatkan dirinya di tengah-tengah Papa serta Reo. Ia sudah bersiap-siap dengan medalinya yang akan ia gigit untuk pose foto, namun suara Reo membuat sesi foto mereka terganggu.

"Kakak! Reo yang di tengah lah."

Mika melotot. "Hah, nggak mutu banget kamu! Urut tinggi dong."

"Kak, lagian dari sini tabrakan sama cahayanya, jadi item banget Kakak mirip Papa," seru Mama yang akhirnya tidak jadi memotret mereka bertiga.

Seorang cowok tiba-tiba datang lalu menyalami si Papa dan Mama, kemudian matanya tertuju pada Reo, Reo nyengir kuda tetapi langsung mengulurkan tangan menjabat tangan cowok tadi.

"Lah? Salju ngapain di sini?" tanya Mika sedikit kaget.

Sedangkan Arbi terkekeh pelan namun tidak menjawab pertanyaan Mika.

"Tante, Om, mau saya fotoin aja nggak? Hehehe," kata Arbi kepada orang tua Mika.

Jelas si Mama mesam-mesem mengetahui ada yang peka dengan dirinya melebihi sang suami sendiri.

"Wah, boleh-boleh! Kamu pacarnya Mika?" Mama basa-basi masih sambil senyam-senyum.

Sementara Papa cuma diam mengamati laki-laki yang seusia dengan putri sulungnya ini. Papa memang begitu orangnya, protektif tetapi penyayang walau tidak dikatakan secara gamblang.

"Wah, bukan Tante!" Arbi tertawa mencairkan suasana, padahal jantungnya sudah berdenyut tidak karuan karena dikira pacar Mika oleh mama Mika sendiri.

"Terus siapanya? Mantan?" Mama melirik Mika yang pipinya sudah merona merah.

"Hus! Mama apaan sih, ngarang banget ngomongnya, kayak Reo deh," akhirnya Mika angkat bicara.

"Hahaha, Mama juga cuman bercanda kok! Iya kan, Pa?" Mama menyenggol lengan si Papa, memberi kode supaya bersikap ramah kepada teman anaknya itu.

From Earth to Stars||✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang