6. SEUTAS SENYUMAN

2.4K 379 139
                                    

6. SEUTAS SENYUMAN

Arbi duduk di kursi panjang depan kelasnya bersama Rehan, Hugo, dan Jefron. Pandangannya mengamati halaman sekolah seperti sedang mencari-cari sesuatu.

"Bi, gue kemarin lihat Kak Mika sama cowok ganteng," tiba-tiba Hugo bersuara.

Arbi menarik napas, Hugo always like gossip.

"Habis keluar dari gor, nggak tau ngapain. Tapi kayaknya habis badminton sih," lanjut Hugo.

Cowok yang diajak bicara itu pura-pura tidak peduli. Padahal dalam hati ia sedikit lega, karena ia mendapatkan titik terang mengapa sudah lima hari Mika tidak datang ke kelasnya.

"Ah, yang bener lo Go? Masa Kak Mika bisa badminton?" sahut Rehan kurang percaya dengan berita dari Hugo tadi.

Arbi juga sebenarnya masih bertanya-tanya, belum percaya seratus persen kalau tidak melihat langsung. Meski siapapun tahu, apa yang Hugo katakan lebih banyak benarnya.

Hugo mengangguk penuh percaya diri. "Iya lah. Setiap hot news yang gue bawa selalu benar tanpa rekayasa. Apalagi kemarin itu, Kak Mika sama si cowok kayak kelihatan maniiis banget, ketawa-ketawa bareng gitu."

Ia mencerna kata-kata Hugo barusan. Setengah hatinya tidak ikhlas mendengarkan. Arbi pikir ada hal lain yang lebih penting untuk jadi alasan mengapa Mika seolah menghilang.

"Lo cemburu nggak tuh, Bi?" Jefron terkekeh, menggoda Arbi yang menekuk wajah. Jefron mengerti ada sesuatu di hati Arbi, jelas terlihat dari perubahan raut wajah sahabatnya itu.

Pake nanya! seru Arbi dalam hati. Tapi yang keluar di bibirnya justru berkebalikan.

"Cemburu? Cemburu itu cuma buat orang yang sedang tidak percaya diri," kata Arbi sok jual mahal. Ia melapalkan sebuah kutipan dari film yang cukup memorable di hati para penonton, Dilan 1990.

Ketiga teman di sebelahnya sontak tertawa. Mereka menatap Arbi yang mendadak berubah jadi drama king dengan penuh tanda tanya. Arbi menaikkan satu alisnya, memandang aneh teman-temannya.

"Ya ampun, Arbi, hahaha. Lo segitu jealousnya, ya," respon Rehan tertawa.

Arbi betul-betul tidak bisa berbohong dengan mereka. Mau sekeras apa Arbi mencoba, kebohongan Arbi tetap bisa dibaca oleh Hugo, Rehan, dan terutama Jefron. Arbi sudah mengenal Jefron sejak duduk di bangku sekolah dasar.

"Kalau nggak mau ngaku, Kak Mikanya buat gue aja, ya, Bi? Hehehe. Lumayan tuh, udah cantik, baik, nggak dibuat-buat, jago badminton lagi," goda Hugo menahan tawanya.

Yang Hugo bilang memang benar adanya. Sebagai cowok tulen, Arbi tidak bisa menyangkal tentang Mika yang 'she's almost perfect'.

Arbi tidak melihat almos perfect-nya dari wajah, karena wajah Mika juga standarnya orang Asia, hanya ditambah kelucuan pipi skuisi yang dimiliki, sehingga tidak bosan dilihat.

Arbi melihat almost perfect-nya lewat ketulusan hati Mika. Ia jelas bisa merasakan selama ia di dekat kakak kelasnya itu.

Tapi, Arbi pikir ini hanya perasaan umum yang dimiliki naluri seorang lelaki, tidak lebih.

Mungkin Arbi belum mengerti perbedaan teori batin yang tidak bisa bohong dan pikiran yang senantiasa punya cara untuk memungkuri seluruhnya.

"Gimana hayo Biii, boleh nggak? Hahaha, entar gue gas langsung ke naik ke pelaminan."

Arbi mengibaskan tangannya. "Boleh banget, Go. Kalau Mikanya mau aja sama lo."

***

"Hahaha, iya tuh mantep gila smash-nya si Dyntha. Cewek padahal, fisiknya bukan main deh bisa sekuat itu."

From Earth to Stars||✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang