43. RICEBOX

541 87 6
                                    

43. RICEBOX

Di siang bolong setelah salat zuhur, Mika dan Sasha melangkahkan kaki mereka dari musala ke koperasi untuk membeli es krim. Mika menggeser lemari es warna merah itu untuk memilih varian mana yang akan ia ambil.

"Tumben Sha beli dua, aus banget ya pasti lo. Tapi emang panas banget sih, ingin rasanya berteduh di surga," cerocos Mika ketika melihat Sasha mengambil dua bungkus es krim dengan varian yang berbeda. Yang satu coklat dan yang satunya lagi vanilla, padahal setahu Mika, Sasha tidak terlalu suka dengan rasa vanilla.

"Buat Arel yang vanila," jawab Sasha sambil merogoh saku roknya mengambil uang untuk membayar.

Mika diam sebentar, mencoba mencerna kata-kata Sasha tadi. Arel siapa? rasa-rasanya nama itu sudah lama sekali pergi dari kehidupannya setelah Sasha tidak pernah lagi bercerita perihal hubungan ia dengan Arel si kakak kelas yang sudah lulus dua tahun lalu.

"Arel Peterpan maksud lo?" tanya Mika setengah bercanda padahal sebenarnya ia cukup penasaran dengan si pemilik nama Arel itu.

"Bukan. Arel Hijau Daun." Sasha menghela napas sebelum melanjutkan ucapannya, "Gue balikan."

Dengan otomatis mulut Mika perlahan jadi menganga, ia sungguh kaget dengan penuturan Sasha yang menurutnya tiba-tiba itu. Karena seingat Mika, akhir-akhir ini Sasha benar-benar tidak pernah menceritakan perihal Arel --kalau ia gagal move on dari Arel, misalnya-- kepada Mika, bahkan menyebut nama cowok itu saja tidak pernah.

"Kok bisa sih? Bukannya lo langsung lost contact sama Kak Arel waktu itu?"

"Ah, bayar dulu yuk, udah dipelototin sama Pak Danang tuh," bisik Sasha berlalu dari hadapan Mika dan membayar es krimnya, diikuti Mika di belakang.

Mika dan Sasha berjalan keluar dari koperasi. Mika masih sibuk membuka bungkus es krimnya, tidak memerhatikan ke arah mana mereka melangkah.

"Nah, akhirnya!" Mika berseru senang, kemudian detik berikutnya ia mulai menjilat es krim oreo yang baru dibeli.

"Sha, mau kemana?" tanya Mika begitu ia menyadari kalau ini bukan jalan menuju kelasnya.

"Anterin gue yaa?" kata Sasha dengan mimik muka memohon, "Ke lapangan basket, Arel lagi pulang dan sengaja dia main ke sini."

"Iya deh gue anterin. Hm, tapi kalau lama gue tinggal ya?" jawab Mika membayangkan nanti ia hanya akan menjadi obat nyamuk di antara Sasha dan Arel.

Tanpa pikir panjang Sasha mengangguk dan tersenyum lebar.

"Makasih ya, Ka. Entar gue ceritain deh, maaf ya gue belum ceritain ke lo, tapi ini baru elo kok orang pertama yang tahu kalau gue baikan sama Arel."

Mika mengangguk memaklumi sahabatnya. Ia paham kalau sahabatnya itu juga punya hak untuk memilih menceritakan perihal hubungannya dengan Arel atau cukup menyimpannya sendiri.

"Itu Kak Arel bukan sih? Gih samperin, keburu sibuk manggung sama Peterpan nanti," kata Mika seraya mendorong pelan tubuh Sasha agar segera menghampiri pacarnya.

"Oke." Sasha mengangkat jempol kanannya, "oh iya, kalau lo mau balik duluan nggak apa-apa. Nanti kasihan lagi lo-nya bosen nungguin gue."

"Iya, gampang kalau itu. Gue tungguin sini ya," ucap Mika sambil menjatuhkan bokongnya di tangga dekat lapangan basket.

Tubuh Sasha perlahan menjauh dari hadapan Mika, mendekati seorang lelaki yang rambutnya sedikit gondrong dengan kemeja kotak-kotak merah yang membalut tubuh tingginya.

Iya, dia Arel mantan Sasha dua tahun lalu. Mika sebenarnya masih berpikir mengapa Sasha bisa balikan atau lebih tepatnya mau balikan dengan Arel yang saat itu meminta putus tetapi tidak sampai sebulan sudah punya gandengan baru.

From Earth to Stars||✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang