14. DIA DIMANA

1.8K 251 63
                                    

14. DIA DIMANA

Belum pudar senyum di bibir Mika sedikitpun karena sejatinya dia sedang dirundung bahagia. Khusus hari ini, ia dibebaskan untuk tidak mengikuti kelas guna mempersiapkan pertandingannya yang tinggal menghitung jam.

Sekolah Mika juga tidak tanggung-tanggung, sekolahnya mengizinkan siswanya untuk datang ke Budnas memberi support untuk yang mengikuti lomba. Jam pulang jadi ikut berubah, semula sekitar jam setengah tiga sore, khusus hari ini pulangnya pukul setengah satu siang.

Mika memutuskan untuk mengajak Janaka pergi ke kantin dulu, kantin SMA Budi Nusantara. Berhubung jadwal mainnya masih jam dua nanti, sedang sekarang baru pukul sebelas.

I-SSC memang sering diselenggarakan di Budnas karena fasilitas lapangan serta gor yang dimiliki lebih terdeteksi kualitasnya daripada yang lain.

"Emang lo tahu di mana kantinnya?" tanya Janaka setelah bangkit dari tempat duduk gor, mengikuti Mika entah kemana.

Beberapa peserta I-SSC yang mendapat nomor undi awal memang sudah mulai bersiap dengan melakukan serangkaian pemanasan di lapangan gor.

"Ya ... enggak sih." Mika tak sedikitpun merasa bersalah.

Janaka mendengus mendengar jawaban Mika. Cowok itu memberi tatapan tajam yang dihadiahi jari telunjuk dan jari tengah Mika yang sudah terangkat ke atas.

"Say, cheese!" kata Mika sebelum Janaka protes.

Janaka menjitak kepala Mika dengan kekuatan yang tidak seberapa jika dibandingkan dengan smash-nya.

"Enggak ada pemotretan hari ini, Bhoomika Cantigi," ujar Janaka dengan senyuman yang dipaksakan.

"Berarti besok ada yakan?" Mika menaik-turunkan kedua alisnya.

"Hmmm, yain lah Ka. Cari kantin dulu sana deh, ngajak-ngajak nggak tau tempatnya."

"Lo tanya deh cepetan sana sama tuh cewek," suruh Mika memajukan dagunya ke arah dua wanita yang mengenakan seragam identitas Budnas sedang membawa berjalan tumpukan buku.

Janaka menunjuk dirinya sendiri. "Gue?"

Mika mengangguk kemudian menendang kaki Janaka yang ditekuk, otomatis membuat Janaka oleng dan hampir saja menjatuhkan buku yang dua perempuan tadi bawa.

"Eh, maaf maaf," kata Janaka penuh dengan rasa bersalah sementara Mika di belakangnya sibuk menahan tawa.

"Oh, nggak apa-apa kok," salah satu dari mereka menjawab, tersenyum.

Janaka menggaruk kepalanya yang tidak gatal, justru semakin merasa bersalah karena ternyata dua perempuan tersebut tidak marah. Janaka tak tega membuat kesalahan pada orang yang terlalu baik.

"Hehehe, mau gue bantu aja?" tawar Janaka sebagai tanda permintamaafan, Mika mendelik kaget.

"Nggak, nggak usah, gue bener nggak kenapa-kenapa." Cewek itu meyakinkan Janaka. Janaka akhirnya  manggut-manggut percaya.

"Ya udah, kita permisi dulu ya."

Tapi baru saja mereka mau pergi dari hadapan Janaka, cowok itu membuka suaranya lagi.

"Eh, eum ... maaf nih, mau tanya, kalau kantin sini di mana ya?"

Dua cewek itu seketika mengamati Janaka dari ujung sepatu. Sepertinya mereka baru sadar kalau Janaka bukan siswa Budnas.

"Oh, kalau kantin yang paling komplit nih, lo tinggal lurus aja dari sini, entar ada kantor guru di sana lo belok, lo jalan lagi entar belok ke kanan, nah kelihatan pasti nanti kantinnya," jelas si cewek berambut sedikit ikal di bagian bawahnya. Akhirnya dia bicara juga setelah dari tadi hanya diam saja.

From Earth to Stars||✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang