33. PERGI

1.1K 164 74
                                    

33. PERGI

Kemarin Mika sudah menghubungi Arbi untuk bertemu hari ini. Seperti yang sudah teman-temannya sarankan, akhirnya Mika memberanikan diri untuk bertanya tentang kejelasan hubungan mereka berdua. Gadis itu sudah menyiapkan mental untuk risiko apa saja yang mungkin terjadi.

Satu-persatu anak tangga Mika lewati untuk sampai ke lantai atas. Mika bisa melihat dari jauh jika Arbi sudah berdiri di depan pintu ruangan kosong. Ruang itu bekas ruang kelas satu setengah tahun lalu. Mika melangkahkan kaki menghampiri Arbi yang sibuk mondar-mandir entah untuk apa.

"Salju," sapa Mika pelan.

Yang dipanggil menoleh, Arbi menyahut panggilan Mika sambil tersenyum.

"Udah lama?" tanya Mika berbasa-basi.

Tidak mungkin juga kan, Mika datang langsung mengutarakan maksud keinginannya untuk bertemu dengan Arbi. Jadi, gadis itu berusaha untuk bersikap biasa saja supaya tidak terlihat canggung.

"Belum, baru aja sih. Kelas kosong, terus gue ke kantin dan langsung ke sini," jelas Arbi kemudian dibalas anggukan dari gadis di depannya.

"Oh, pelajaran siapa emang? Pak Tom ya?"

"Iya! Orang lain mah kalau jamkos sejam dua jam gitu, dia jamkos setahun!"

Mika lantas tertawa mendengar pendapat Arbi. Memang benar sih, guru seni budaya yang satu ini memang sering tidak masuk kelas. Tapi ada suatu alasan yang membuat guru bernama Pak Tom ini sering kosong, beliau selalu dipercaya untuk membimbing anak-anak yang mau ikut lomba berskala nasional.

"Hahaha, bener sih! Tapi ambil positifnya aja, Pak Tom sering kosong karena beliau pengin kita lebih mudah berekspresi tanpa perlu dibatasi," respon Mika.

"Iya deh, apa kata lo aja," balas Arbi.

Mika terkekeh. Kemudian keduanya diam. Arbi melirik jam yang melingkar di tangan kirinya, tiga belas menit lagi bel masuk berbunyi. Cowok itu memutuskan untuk membuka pembicaraan terlebih dulu, berbarengan dengan Mika yang menyebut namanya.

"Mika."

"Ju."

Keduanya sedikit kaget lalu saling menatap untuk beberapa saat. Mika nyengir, sedangkan Arbi hanya mengangkat sudut bibirnya.

"Lo duluan," kata Arbi.

"Lo aja deh, bosen ladies first mulu." Mika tersenyum menampakkan sederetan giginya.

"Hm, oke. Jadi... Lo minta kita ketemuan di sini untuk?"

"Untuk?" Mika justru membalas dengan nada tanya.

Gadis yang rambutnya dikuncir kuda itu diam. Ia membasahi bibirnya karena merasa gugup harus mengawali dengan kalimat apa. Kalimat yang sudah disiapkannya tiba-tiba hilang begitu saja. Ia masih menatap lantai di depannya.

"Kok diem? Lo jangan diem dong, kan gue orangnya udah pendiem kalau lo diem, terus siapa yang mau memecahkan keheningan ini dong?" Arbi memasang tampang memelas.

Mika yang melihatnya ingin tersenyum melihat Arbi dengan bibir sok-sok dikerucutkan. Tapi dia mengingatkan dirinya sendiri supaya tidak terkecoh dengan pancaran pesona Arbi, setidaknya untuk saat ini.

"Gimana ya ..." ada jeda sebentar seraya Mika menarik napas.

"Mungkin ini kedengerannya aneh, gue pun udah terima apapun misalnya lo bakal menganggap gue tambah aneh karena gue tanya ini. Tapi gue penasaran aja, lo ... Sebenernya nganggep gue apa sih?"

Mika menghembuskan napasnya yang tertahan karena sudah berbicara dengan satu kali tarikan napas. Dia merasa lega, tetapi jantungnya belum berhenti berdetak cepat seperti baru saja lari keliling lapangan sepuluh kali.

From Earth to Stars||✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang