27. DRAMA MANUSIA

1.3K 188 6
                                    

27. DRAMA MANUSIA

Pelajaran olahraga yang diisi materi lompat jauh sudah selesai, masih ada sisa satu jam pelajaran dan digunakan anak-anak cowok untuk bermain bola. Arbi yang paling malas kalau disuruh olahraga cuma duduk di pinggir lapangan ditemani Ineth yang tiba-tiba saja datang lalu duduk di sampingnya.

"Ya ampun, nggak kebayang dong seorang Arbi muntah di depan kecengannya karena naik kora-kora."

Cewek di sebelah Arbi itu dari tadi ketawa menyimak cerita Arbi bersama Mika ketika kemarin jalan-jalan ke Dufan.

"Nggak lucu, anjer, ngapain ketawa," sahut Arbi memutar bola matanya malas.

"Ah lo mah, gue nggak ngerti selera humor lo di mana." Bibir Ineth mengerucut.

Arbi hanya menggumam tidak jelas. Sebenarnya ia juga tidak seexcited itu untuk selalu curhat kepada Ineth, kecuali jika memang pikiran Arbi sedang butek sampai nggak tahu jalan keluar maka Inethlah tujuannya untuk mencari peta solusinya. Soalnya Arbi itu tipe orang yang lebih suka menyimpan apa-apa sendiri, kalau orang lain udah maksa, baru Arbi bakal cerita.

"Terus terus, abis naik kora-kora kalian ngapain lagi?" tanya Ineth sorot matanya begitu ingin tahu kelanjutan cerita Arbi tadi.

"Hmm ... ke ice age. Dia minta ke sana soalnya itu wahana kan berkaitan sama salju kutub-kutub gitu lah."

"Wih, asik dong. Kak Mika tuh bisa lucu gitu ya orangnya, manis tanpa dia harus berkata-kata sok puitis," kata Ineth mendadak bayangan wajah kakak kelasnya itu terlintas di kepala.

"Saking puitisnya dia gue kadang sampe nggak ngerti dia ngomong apaan."

Reflek tangan Ineth langsung terangkat kemudian menoyor kepala Arbi membuat cowok itu mengaduh pelan.

"Lo kalau ngomong suka kelewatan deh," komentar Ineth.

Arbi tertawa mendengarnya. "Ya elah, enggak. Becanda gue."

Ineth manggut-manggut. Sebenarnya Ineth juga sudah paham kalau bicaranya Arbi itu suka blak-blakan, mengalir begitu saja tanpa sadar dia kadang baru sakitin hati orang karena omongannya yang kelewat jujur. Bawaan sifatnya Arbi memang begitu, dingin juga judesnya nggak kira-kira kalau belum kenal.

"Terus lo kapan mau tembak dia?" Ineth menaik turunkan alisnya, sedang menggoda Arbi.

"Mana tahu." Arbi mengangkat bahu. "Gue masih ada Indira," lanjutnya.

Helaan napas Ineth terdengar di telinga Arbi. Cewek itu mengubah posisinya dan sekarang ia sudah berhadapan dengan Arbi.

"Sampai kapan bohongin perasaan sendiri, Bi. Gue tahu lo pasti capek, yakan?"

Arbi membalas tatapan mata Ineth sebelum menjawab pertanyaannya. Sebenarnya Arbi tidak menginginkan topik obrolan ini, tetapi kalau bicaranya sudah sama cewek jadilah lebih sensitif dan membahas ke hal-hal yang lebih dalam.

"Setidaknya ini yang harus gue lakukan untuk sekarang," jawab Arbi akhirnya.

Ineth mengibaskan tangannya seolah tak mendengar perkataan Arbi tadi. Menurutnya itu hanyalah bullshit, Arbi terlalu takut untuk melawan hingga dia lupa banyak cara yang seharusnya bisa dia lakukan selain bertahan bersama gadis yang Ineth tahu sudah tidak lagi Arbi cintai.

"Maaf kalau gue bilang lo payah, tapi gimana, lo membiarkan semuanya terjadi gitu aja. Lo jalan sama Kak Mika, tapi status lo masih sama Indira Indira itu. Secara nggak langsung lo sakitin hati mereka."

"I know, I'm not good at love," dan hanya itu yang bisa Arbi katakan.

Belum sampai Ineth kembali membuka mulut, datanglah teman-teman Arbi yang super rusuh itu. Secara tiba-tiba Rehan merampas botol mineral Ineth dan dihadiahi teplakan tangan dari si pemilik membuat airnya sedikit muncrat ke wajah Rehan.

From Earth to Stars||✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang