30. DARI BUMI KE BINTANG

1.6K 178 16
                                    

30. DARI BUMI KE BINTANG

Mika turun dari mobil setelah mencium punggung tangan papanya. Ia berjalan sambil melahap sandwich buatan Mama yang belum habis dimakan waktu perjalanan ke sekolah. Kalau saja Pak Ham lihat muridnya makan sambil jalan pasti akan ditegur dan diberi tausyiah macam-macam. Untung saja ini masih pagi, jadi belum ada guru yang berdiri di gerbang sekolah. Biasanya kalau sudah setengah tujuh ke atas akan ada barisan guru yang menunggu muridnya datang untuk bersalaman atau di hari tertentu juga akan mengecek kelengkapan berpakaian si murid.

Sampai di parkiran ia melihat ada Arbi sedang melepas helm dan kemungkinan besar akan bergabung berjalan bersama masuk ke dalam sekolah. Dengan harap-harap cemas Mika mempercepat langkahnya supaya Arbi tidak melihat keberadaan dia. Mika mendesah, terlambat. Karena suara cowok itu memanggil namanya.

Mika membalikkan badan kemudian tersenyum lebar seperti biasa. Mungkin kalau dulu, Mika yang akan memanggil nama Arbi duluan. Mungkin kalau dulu, melihat Arbi saja sudah membuatnya gembira tidak karuan. Tapi untuk sekarang Mika harus mulai belajar menjaga jarak dengan Arbi tanpa harus menjauhinya.

"Hai," sapa Arbi tersenyum manis.

Iya, Mika memang nggak bisa memungkiri kalau senyumnya Arbi kelewat manis tapi sayang nggak pernah diperlihatkan ke orang-orang umum. Mika yakin deh kalau Arbi mau senyum dengan cara yang sama seperti tadi senyumin Mika, pasti cewek-cewek di sekolah bakal pindah haluan dari Vandro ke Arbi.

"Selamat malam, Ju," balas Mika membalas senyumnya.

Arbi tertawa. Dia nggak ngomel-ngomel kayak dulu karena mungkin udah terbiasa sama jenis pembicaraannya Mika yang suka membolak-balikkan fakta.

"Berangkat sama siapa?" tanya Arbi.

"Sama Salju."

"Coba lo belajar ngomong yang sesuai kenyataan."

Mika cengengesan. "Yah kan gue ngomong gitu siapa tau diaminin sama Malaikat lewat."

"Hm. Besok gue jemput mau?" tawar Arbi mukanya serius.

"Emang muat motornya kalau bertiga sama Indira? Cabe-cabean dong," jawab Mika kemudian tertawa sendiri.

"Gue jarang bareng Indira kalau ke sekolah."

Mika merutuki dirinya sendiri. Padahal tadi niatnya dia cuma mau becanda, tapi melihat muka Arbi yang terkesan beneran mau ngajak Mika berangkat bareng jadi bikin Mika bingung mau jawab apa. Dia sudah membayangkan reaksi Indira seperti apa jika tahu Arbi berangkat ke sekolah bareng cewek lain.

"Kan katanya kalau doa nggak harus dikabulkan saat itu juga kan, jadi ... kapan-kapan aja deh ya berangkatnya, siapa tahu ban mobil Papa bocor entar gue langsung telepon Salju buat jemput Mika," kata Mika setelah mencari-cari jawaban yang pas meski tetap kedengeran absurd.

"Oh, oke deh. Asik gue diangkat jadi pahlawan kesiangan," jawab Arbi ikut-ikutan absurd.

"Berat kalau diangkat, eyke nggak kuat cyinnn."

Lagi-lagi Arbi tertawa jelas membuat Mika senang melihatnya. Diem aja ganteng, apalagi ketawa. Rasanya Mika pengin culik Arbi dari Indira tapi nggak tega.

"Eh iya, Mika, gue kemarin baca puisi lo." Ada jeda sebentar sebelum Arbi melanjutkan ucapannya. "Bagus."

"Hah, baca di mana sih Ju bukannya belum dipasang di mading ya?"

"Ada lah, gue kan punya koneksi." Arbi nyengir.

"Baca dari Ineth ya?" tebak Mika mengingat-ingat kalau kemarin habis menyetorkan puisi ke Ineth.

From Earth to Stars||✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang