6 - Two Bad Choices

162 26 4
                                    

6 – Two Bad Choices

Tepat ketika bel masuk berbunyi, seorang murid perempuan berambut sebahu berpenampilan canggung, masuk. Ia menatap seisi kelas, mencari tempat duduk kosong. Murid-murid lainnya menatap gadis itu dengan prihatin ketika hanya tersisa dua bangku kosong di belakang sana. Di sebelah Kai, atau Eris. Gadis itu tampak pucat ketakutan ketika berjalan dengan sangat perlahan ke tempat Eris, atau Kai.

Eris merasakan kehadiran seseorang berdiri di luar bangkunya. Ia menoleh dan mendapati murid perempuan yang tak asing lagi baginya. Ia pernah duduk dengan gadis itu selama dua bulan di tahun pertamanya di sekolah ini, sebelum ia mengusir gadis itu, memintanya pindah ke kursi lain yang kosong karena pemiliknya pindah sekolah, hanya karena ia tak mau satu kelas dan satu sekolah dengan Eris.

Eris menatap wajah pucat gadis itu dan ia melihat bibir gadis itu bergerak, berbicara. Eris mengerutkan kening seraya melepas earphone dari telinga kanannya.

"Kau berbicara padaku?" Eris menunjuk dirinya sendiri.

Gadis itu menelan ludah gugup, lalu mengangguk. "Kau ... Eris, kan?"

Lucu dia masih bertanya seperti itu. "Ada apa?" balas Eris ketus.

Gadis itu membuka mulut, tapi tak satu katapun keluar. Matanya menatap kursi kosong di belakang Eris dengan cemas, lalu berpindah ke kursi kosong di sebelah kanan Eris.

"Aku ... bolehkah aku duduk di sebelahmu?" tanya gadis itu lagi, lebih pelan kali ini.

Eris mengedarkan pandang, seketika murid-murid yang sedari tadi memperhatikan dirinya langsung memutar tubuh mereka dan menatap ke depan seolah tak terjadi apa-apa. Eris mendesah berat tatkala tak menemukan kursi kosong selain di sebelahnya, dan juga di sebelah Kai. Dan tampaknya, gadis itu lebih takut pada Kai daripada pada Eris.

Mengingat sesuatu yang pernah dilakukan gadis itu untuknya, Eris akhirnya menjawab, "Duduklah."

Eris kembali memasang earphonenya dan menatap ke depan dengan cuek. Tapi ia harus menoleh ke arah gadis itu lagi ketika gadis itu masih berdiri di sebelahnya. Apa dia berharap Eris akan berdiri hanya untuk menunggunya duduk lebih dulu? Atau, perlukah Eris memegangi gadis itu dan membantunya duduk di kursinya? Ia tidak berharap Eris akan menyanyikan lagu kebangsaan untuknya juga, kan?

"Apa lagi?!" bentak Eris kesal.

Gadis itu menelan ludah dengan susah payah, tampak semakin ngeri. "Aku ... kau ... tidak bisakah kau bergeser ke kursi yang ini?" suara gadis itu bergetar, dan tangannyapun gemetar ketika ia menunjuk kursi kosong di sebelah kanan Eris.

Eris menatap gadis itu dengan kesal. Tidakkah ini terlalu banyak?

***

Kai mengangkat sebelah alisnya, semakin tertarik demi mendengar permintaan si gadis canggung pada gadis mengerikan yang memiliki nama Eris itu. Kai penasaran, apa yang akan dilakukan Eris. Tangannya mengepal marah di atas ransel merahnya, tapi kemudian, ia berdiri, menarik ranselnya dengan kasar bersamanya, lalu keluar dari bangkunya.

Murid-murid lain sudah menoleh, menunggu dengan panik, dan penuh harap? Apa mereka berharap Eris akan menghajar gadis canggung ini? Kai mendengus tak percaya dalam hati. Tampaknya Eris perlu menghajar anak-anak ini satu-persatu. Dan Kai mungkin tidak akan keberatan membantunya untuk itu.

Gadis canggung itu sudah menunduk dalam, gemetar. Kai bahkan merasa kasihan padanya. Ia menatap Eris dengan penasaran. Bagaimana bisa Kai tidak tahu apa pun tentang gadis itu sebelum ini? Dengan teror yang dibawanya di sekolah ini, seharusnya Kai sudah mendengar banyak tentangnya. Tapi bukankah sebelum ini, Kai tidak pernah peduli dengan apa pun yang terjadi di sekolah ini?

Wolf and The Beauty (End)Where stories live. Discover now