30 - He's a ... Wolf?

75 22 3
                                    

30 – He's a ... Wolf?

Eris menatap hutan itu dengan ragu. Ketika Eris tiba di villa, warna langit sudah berubah, matahari sudah nyaris mendarat di kaki langit barat. Apakah Eris akan sempat sampai ke pondok Kai sebelum hari gelap? Tapi dia bahkan tidak ingat di mana pondok Kai. Dan di dalam hutanpun pasti sudah mulai gelap.

Eris menggigit bibir, cemas, ragu, bergumul dalam benaknya. Jika dia masuk sekarang ... bagaimana jika nanti dia tidak bisa keluar? Bagaimana jika nanti dia tersesat? Eris memejamkan mata, berusaha mengingat-ingat jalanan di hutan itu. Baiklah. Kemarin lusa ketika dia tersesat, dia jatuh ke jalanan curam itu. Dari sana, bukankah Kai hanya berlari lurus ke satu arah? Mungkin jika nanti Eris bisa sampai ke jalanan curam itu, dia juga bisa menemukan pondok Kai.

Dengan satu pikiran positif itu, akhirnya Eris menetapkan tekad untuk pergi ke hutan. Setelah berpamitan pada Mbak Uli, Eris mengambil jaket tebal dari kamarnya, lalu bergegas pergi ke hutan. Eris baru saja beberapa meter memasuki hutan ketika langkahnya terhenti.

Bagaimana jika nanti Kai tidak ada di pondok? Pertanyaan itu mendadak muncul di benak Eris. Yah, jika Kai tidak ada di pondok itu, setidaknya Eris bisa beristirahat di pondok itu malam ini. Pondok itu cukup nyaman. Meskipun jika nanti Kai tidak ada di pondoknya, Eris akan semakin kesulitan karenanya.

Yah, Eris masih punya besok untuk mengkhawatirkan Kai jika nanti memang Kai tidak ada di pondoknya. Tapi setidaknya, dengan mengecek pondok itu, Eris bisa menghilangkan satu kemungkinan dan menemukan kemungkinan lain tentang di mana Kai berada saat ini.

Maka Erispun melanjutkan langkahnya, semakin jauh melewati pepohonan. Ketika ia merasa sudah cukup jauh hingga tak bisa melihat keluar hutan, Eris menatap sekelilingnya. Sekarang dia harus memilih arah mana yang akan menuntunnya ke jalanan yang curam. Eris mencoba mengingat-ingat ketika ia berada di hutan ini untuk terakhir kalinya.

Eris lantas menggunakan ranting patah di dekat kakinya untuk menandai tempat ia berdiri saat ini. Dia membuat tanda X besar di sana, sebelum kemudian mengambil salah satu arah seraya menyeret patahan ranting yang memang cukup panjang itu, membuat jejak di tanah yang ia lewati. Dengan begini, Eris tidak akan tersesat. Ia hanya menyesali, kenapa ia tidak menggunakan cara ini ketika ia masuk ke hutan tadi.

Tapi bahkan meskipun ia tidak bisa keluar dari hutan malam ini, jika dia bisa menemukan pondok Kai, dia bisa berisitirahat di sana dan besok pagi baru mencari jalan keluar dari hutan ini. Toh jika hari terang ia pasti bisa menemukan jalan kembali. Bukankah kemarin dia juga berjalan keluar hutan ini bersama Kai? Seharusnya besok dia masih bisa mengingat jalan itu.

Lagipula, saat ini Eris membawa ponselnya. Jika dia benar-benar tersesat, dia masih bisa menghubungi Mbak Uli atau Pak Wandi untuk mencari orang yang tahu jalan hutan ini. Tapi jika Kai tahu Eris kembali lagi ke hutan ini, dia pasti sangat marah. Pikiran tentang Kai yang marah padanya membuat Eris mendadak muram.

Benarkah Kai marah padanya? Tapi Eris bahkan tak tahu apa salahnya. Eris menggeleng keras untuk mengusir pikirannya tentang Kai. Saat ini, ia harus fokus mencari jalan ke pondok Kai. Toh nanti jika Kai ada di pondoknya, Eris bisa meminta laki-laki itu menjelaskan sendiri kenapa dia marah pada Eris.

Tapi setelah hampir setengah jam berjalan, Eris belum juga menemukan jalanan curam yang ia lihat kemarin lusa. Akhirnya ia memutuskan untuk kembali ke tempat ia memberi tanda tadi. Lalu dari sana, ia mengambil arah lain dan kembali berjalan sambil menyeret ranting.

Hanya saja, langit sudah benar-benar gelap dan Eris harus menggunakan senter dari ponselnya untuk melihat jalan. Hingga beberapa waktu kemudian, samar sinar bulan yang menerangi langkahnya ketika dedaunan di atasnya tersibak oleh angin. Eris mendongak untuk menatap bulan yang malam itu tampak sempurna, bersinar terang di atas sana. Begitu indah.

Wolf and The Beauty (End)Where stories live. Discover now