15 - Kau dan Hujan

114 26 5
                                    

15 – Kau dan Hujan

Kai menatap buku pelajaran Biologinya dengan bosan. Sejak satu jam yang lalu, guru Biologinya itu terus saja mengoceh, membuat suasana kelas menjadi malas. Dan itu masih akan berlangsung setidaknya hingga tiga puluh menit ke depan.

Kai tidak mengerti kenapa gurunya itu harus mengatakan setiap kata yang sudah ada di buku. Jika dia memang ingin menerangkan, kenapa tidak menerangkan hal-hal yang tidak bisa mereka temukan di buku? Membuang-buang waktu saja.

Kai mendengus ke arah bukunya, lalu menoleh ke samping untuk memeriksa apakah Eris setertarik dirinya terhadap pelajaran ini. Tapi ketika Kai mendapati Eris menelehkan kepalanya di atas meja, tertoleh ke arahnya, Kai benar-benar terkejut.

Kai mendengus geli mendapati Eris tertidur, tampak sangat lelap. Sudah berapa lama dia tertidur? Wajah Eris tampak damai ketika ia tidur, meskipun Kai bisa melihat kelelahan di sana, mungkin karena Kai yang gencar mengganggunya beberapa hari ini. Seharusnya, Kai memanfaatkan kesempatan ini untuk membuat Eris kesal.

Hanya saja, rasanya ia rela duduk di sini sepanjang hari sambil menatap wajah tidur Eris yang tampak begitu damai. Gadis itu tidak berkata-kata dingin dan ketus, tidak memasang ekspresi dingin dan tak bersahabat, dan tidak menatap Kai dengan tajam, ketika sedang tertidur seperti ini.

Kai menertawakan dirinya sendiri dalam hati. Bagaimana bisa dia berpikir seperti itu tentang Eris? Kai menghela napas berat menyadari akal sehatnya mulai terganggu, lagi. Tapi kemudian, Kai bahkan tak bisa menghentikan dirinya untuk menggunakan buku pelajaran Biologinya untuk menutupi kepala Eris yang sedang tertidur dari guru Biologinya.

Sejujurnya, Kai juga tak tahu apa yang terjadi dengan akal sehatnya.

***

Hujan. Kai mengeluh dalam hati. Seharusnya dia bisa menghabiskan waktu untuk berlarian bersama teman-temannya di tengah hujan deras ini. Tapi ketika bel pulang berbunyi, lalu satu-persatu murid meninggalkan kelas, bahkan hingga penjaga sekolah selesai mengganti kursi yang dirusakkan Kai, Eris belum juga terbangun. Tampaknya gadis itu benar-benar mengantuk dan kelelahan.

Kai sendiri, entah kenapa, tidak tega membangunkan Eris ketika bel sudah berbunyi tadi. Dia bahkan melarang Hana membangunkan Eris. Ia tidak ingin tidur Eris terganggu. Dan karena itu jugalah, dia berkata agar teman-temannya pulang lebih dulu dan bersenang-senang tanpanya.

Mereka pasti sudah berlarian di tengah hujan, bermain bola, atau sekedar beradu cepat di jalanan komplek perumahan. Atau jika mereka sedang sangat ingin bersenang-senang, mereka pasti sudah ke hutan, berkejaran di bawah hujan. Dengan suhu tubuh mereka, tak ada yang perlu mereka khawatirkan tentang hawa dingin.

Sementara itu, saat ini Kai masih terjebak di sini, bahkan hingga hujan di luar sana mulai mereda kini, menyisakan gerimis tipis. Sejujurnya, ia sama sekali tidak keberatan duduk di sini sepanjang hari, menatap wajah tidur Eris. Tapi ia khawatir leher Eris sakit karena posisi tidurnya itu. Jika gadis itu terbangun nanti, Kai yakin lehernya pasti akan terasa sakit.

Kai menatap jaketnya yang menutupi punggung Eris, bertanya-tanya, apa yang sedang dia lakukan ini? Begitu kelas ini kosong tadi, Kai menyelimuti tubuh Eris dengan jaketnya. Tidak cukup sampai di situ, setengah jam sudah berlalu sejak bel pulang berbunyi, dan Kai masih di sini, menunggu Eris terbangun, entah kenapa. Hanya saja, Kai sempat berpikir, apakah akan baik-baik saja jika dia meninggalkan Eris sendirian tertidur di dalam kelas seperti ini?

Kai menimbang-nimbang, apakah sebaiknya dia meninggalkan Eris? Lagipula, jika nanti gadis itu terbangun dan mendapati Kai masih di sini, menungguinya tidur, apa yang akan dipikirkan gadis itu tentangnya? Dia pasti akan berpikir bahwa Kai sudah gila. Yah, Kai tidak akan menyalahkannya jika dia berpikir seperti itu. Karena Kai sendiri berpikiran seperti itu tentang dirinya.

Wolf and The Beauty (End)Where stories live. Discover now