13 - Sudden Confession

113 23 2
                                    

-5-

Heart Attack

Sudden heart attack

When I see you

When I hear you

When I feel you

13 – Sudden Confession

"Hei, kau," panggil Kai ketika Eris akhirnya berdiri dari tempat duduknya.

Tapi gadis itu tidak lantas berhenti karena panggilan Kai itu. Dia bahkan belum mengenakan earphonenya, Kai mendengus dalam hati.

"Kau, aku berbicara padamu!" Kai berkata lebih keras kali ini. Dan akhirnya, Eris berhenti, tapi ia tak berbalik. "Ya, kau, aku memanggilmu."

Terdengar desahan berat Eris sebelum gadis itu berbalik. Begitu Eris berbalik dan menatapnya, Kai mengarahkan tatapannya ke murid-murid lain dengan tatapan mengancam. Teman-teman sekelasnya yang sejak beberapa saat lalu sudah mengawasi Kai dan Eris dengan penasaran, tergagap ketika bergegas meninggalkan kelas.

Hana adalah orang terakhir yang tinggal, dan tampak mencemaskan Eris. Ketika Hana berhenti untuk menatap Eris dengan cemas, Kai membentaknya,

"Kau juga, pergilah!"

"Jangan membentaknya!" Eris balas membentak Kai, mengejutkan Hana, dan sedikit mengejutkan Kai.

Kai tak berbicara lagi dan hanya menatap ke arah Hana dengan tajam, membuat gadis itu akhirnya menyerah dan pergi, meski dia masih menyempatkan diri untuk menoleh ke arah Eris dari pintu kelas.

"Ada apa?" tuntut Eris dengan nada dingin dan tajam begitu hanya tinggal mereka berdua, ditambah Nyle dan Gavin, di kelas itu.

Kai berusaha untuk tetap tenang. Ia mengangkat dagunya dan menatap Eris dengan angkuh.

"Jadilah pacarku," kata Kai datar, tanpa ekspresi, tapi terkesan memaksa.

Eris menelengkan kepala, menatap Kai dengan tatapan menilai, lalu mendengus pelan. Pernyataan, bukan pertanyaan. Perintah, dan bukan permintaan. Sepertinya memang hanya Kai yang bisa melakukannya.

Eris bahkan tak merasa perlu menanggapi pernyataan Kai itu ketika ia berbalik, dan berjalan ke pintu kelas. Reaksi Eris itu benar-benar di luar dugaan Kai.

"Hei! Aku belum selesai bicara!" Kai berteriak ke arah punggung Eris yang menjauh, tapi gadis itu tak tertarik untuk menoleh, ataupun sekedar berhenti. "Sialan," umpat Kai pelan. "Hei, kau harus jadi pacarku! Kau dengar aku?!" Kai kembali berteriak.

Kali ini Eris berhenti di depan pintu, menoleh hanya untuk menatap Kai seolah laki-laki itu sudah gila, sebelum kemudian benar-benar pergi. Kai mendengus tak percaya. Berani sekali gadis itu melakukan ini padanya. Menolaknya mentah-mentah, dan bahkan menganggapnya gila.

"Kupikir seharusnya kau menggunakan cara yang lebih romantis," kata Gavin seraya menepuk bahu Kai.

Kai menatap Gavin dengan kesal. "Ini benar-benar sudah terlalu banyak. Jangan berharap berlebihan," sengitnya.

Gavin meringis. "Lalu apa rencanamu berikutnya?"

Kai menarik napas dalam. "Aku akan memanfaatkan liburan akhir pekanku untuk memikirkannya. Berada jauh dari gadis itu tampaknya bisa membuat otakku tetap berfungsi normal."

Gavin dan Nyle berpandangan, tampak menyembunyikan sesuatu. Tapi ketika Kai berjalan keluar kelas, keduanya mengikuti dengan patuh.

***

"Kemarin ... Kai tidak melakukan hal buruk padamu, kan?" kecemasan Hana tampak jelas ketika ia berbalik untuk menatap Eris yang duduk di kursi Kai.

Eris yang baru saja melepas earphonenya menatap Hana, lalu menggeleng. Tampaknya Hana ingin menanyakan sesuatu yang lain, tapi gadis itu urung melakukannya dan berbalik untuk kembali menatap ke depan, tepat ketika Pak Sam, guru Matematika mereka, memasuki kelas.

Wolf and The Beauty (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang