11 - A Cute Little Accident

117 27 1
                                    

11 – A Cute Little Accident

Hanya beberapa detik setelah bel istirahat berbunyi, Adriel dan Xander sudah berlari ke dalam kelas Kai sambil tertawa-tawa. Adriel dan Xander duduk di bangku Kai yang hari itu kosong, menghadap belakang, menatap Kai dan Gavin dengan sorot berbinar, bersemangat. Kedua anak ini memang selalu bisa menemukan hal yang menyenangkan, dalam situasi apa pun. Hidup mereka berdua tampaknya selalu menyenangkan, hingga nyaris sepanjang waktu mereka bersikap bagai idiot kembar begini.

"Apa lagi sekarang?" Kai menatap kedua anak itu seraya memutar-mutar bolpoin di tangannya.

"Tadi aku sudah berlatih," kata Adriel gembira.

Kai mengangkat alis. "Berlatih apa?"

"Melompati tembok belakang sekolah," jawab Adriel riang.

"Apa kau merobohkannya kali ini?" Gavin penasaran.

Adriel mendesis kesal ke arahnya. "Aku berhasil melompatinya dengan sempurna," katanya bangga. "Tanpa menyentuhnya sedikit pun."

Di sebelahnya, Xander mengangguk mengiyakan. Kai dan Gavin saling bertukar tatap ragu. Pagi tadi, mereka datang terlambat ke sekolah dan memutuskan untuk melompat lewat tembok belakang sekolah yang tingginya mencapai lima meter. Dua tahun sebelumnya, jika terlambat, mereka akan melompat dari tembok samping yang tingginya bahkan tak sampai tiga meter. Tapi karena ini adalah tahun ajaran baru, mereka ingin mencoba hal yang baru. Dan lebih seru, tentu saja.

Kai, Gavin dan Xander bisa melompat dengan sempurna melewati tembok setinggi lima meter itu. Kai, seperti biasa, mencetak rekor lompatan tertinggi dalam kawanannya. Tapi Adriel yang melompat terakhir, sempat menabrak puncak tembok dan akhirnya terjatuh dengan keras ke atas rumput, membuat Kai dan Gavin puas menertawakannya.

"Apa kalian membolos tadi?" tuduh Kai.

Adriel dan Xander menggeleng. "Olahraga," jawab mereka kompak.

Kai mengangguk-angguk. "Kau merekamnya?" tuntutnya.

Adriel dan Xander bertukar tatapan, lalu menggeleng ketika menatap Kai.

"Lalu bagaimana aku tahu jika kau tidak berbohong?" selidik Kai.

Adriel mendesah lelah. "Tapi tadi aku benar-benar sudah bisa melewatinya," ucapnya. "Sungguh!" ia berusaha meyakinkan Kai dan Gavin sepenuh hati.

"Kalau begitu besok kau pasti bisa melakukannya juga," tandas Gavin.

Adriel memberengut. "Tapi jika lompatanku tidak sebagus tadi ..."

"Berarti keberhasilanmu tadi hanya kebetulan," sela Kai mantap. "Dan sedikit keberuntungan," ia menambahkan, hanya untuk membuat Adriel semakin kesal.

Adriel menatap Kai kesal. Tapi akhirnya ia berkata, "Lupakan saja."

Kai dan Gavin tersenyum geli karenanya.

"Oh, dan kami kemari juga karena ..." Adriel menahan kalimatnya untuk menoleh ke belakang, sepertinya untuk memastikan sesuatu, sebelum kembali menatap Kai dan Gavin, "Gadis bernama Eris itu. Kyra Eriska, Kyra Eriska." Adriel menyebutkan nama lengkap Eris itu berkalli-kali, seolah menyebut nama itu sekali tidak cukup saja.

Kening Kai berkerut seketika. "Ada apa dengannya?" Kai tak dapat menahan pertanyaannya.

Adriel mengedikkan kepala ke arah Xander, menyerahkan tugas bercerita itu padanya.

"Apakah temannya kemarin datang lagi?" Kai kembali bertanya. Kecemasan menghinggapi hatinya memikirkan kemungkinan itu.

Xander menggeleng. "Kurasa setelah mendengar namamu, mereka tidak akan kembali lagi. Lagipula, Eris juga sudah mempermalukan mereka kemarin. Mereka tidak akan berani menunjukkan wajah mereka kemari lagi," terangnya.

Wolf and The Beauty (End)Where stories live. Discover now