53 - My One and Only, You

78 21 1
                                    

-15-

Always Been You

It's you

My one and only

My first and my last

53 – My One and Only, You

Kai tak sanggup melangkah lebih jauh lagi. Ia berdiri di luar pintu salah satu kamar VVIP di rumah sakit itu, menatap dari jendela kecil di pintunya, sosok cantik yang terbaring dengan wajah pucat, dengan selang-selang menancap di tubuhnya. Kai bisa merasakan sakit yang luar biasa hanya karena melihat gadis itu seperti ini.

"Dia memang berhasil selamat dari ledakan itu. Orang yang menabraknya, masih cukup kuat untuk membantunya keluar dari mobil setelah kecelakaan itu. Tapi karena kecelakaan itu, dia koma, dan tidak pernah bangun hingga saat ini. Dokter sudah berkata agar keluarganya menyerah saja, tapi keluarganya berkeras untuk menunggu Eris bangun sampai kapanpun," cerita Gavin sedih. "Sejak Selyn lulus kuliah, ia meminta pada Om Bram untuk bisa merawat Eris. Tapi bahkan selama itu, tidak ada perkembangan apa pun. Selyn bahkan ... tidak pernah berani berbicara padanya."

Mata Kai terasa panas. Ia mengepalkan tangannya, merasa marah. Ini semua terjadi karena dirinya. Eris datang ke lintasan malam itu untuk menyelamatkannya.

"Dan aku malah meninggalkannya di saat dia sedang seperti ini," suara Kai bergetar.

"Kau juga sempat koma, Kai. Selama setahun kau koma. Kakak-kakakmu memindahkan perawatanmu ke Amerika agar lebih mudah bagi mereka untuk mengawasimu. Tapi ketika kau siuman, kau kehilangan seluruh ingatanmu. Dan saat itu, keadaan Eris lebih parah dari ini. Kondisinya masih sering tidak stabil. Karena itulah, aku dan yang lain sepakat untuk tidak memberitahukan tentang Eris padamu. Kami pikir, itu akan menjadi awal hidup barumu. Kami pikir ..."

"Bagaimana bisa kau melakukan itu padanya?!" Kai tak bisa menahan dirinya ketika tinjunya mendarat di wajah Gavin. Teman-teman Kai yang lain hanya menunduk sedih melihat kemarahan Kai itu. Sementara Gavin, tak sedikit pun berusaha menghindar ketika Kai kembali memukulnya. "Bagaimana bisa kau membiarkan aku melakukan itu pada gadis yang kucintai?!"

"Karena kami juga tidak mau kehilanganmu," sahut Gavin. "Jika kau tahu keadaan Eris ini, kau pasti akan terus menyalahkan dirimu. Kau pasti ... tidak akan mau hidup lagi."

Ya, Gavin benar. Kai tidak yakin ia bisa hidup tanpa Eris. Tapi bahkan, saat ini, melihat keadaan Eris seperti ini, rasanya kematian jauh lebih baik.

"Kenapa dia melakukan ini padaku?" suara Kai bergetar. "Kenapa dia harus melakukan hal bodoh seperti itu untukku?"

Gavin bahkan tak perlu menjawab, karena jawaban itupun sudah ada di kepala Kai. Eris sendiri yang mengatakannya.

"Setiap orang punya cara masing-masing untuk mencintai."

Dan dari sekian banyak cara, Eris memilih ini. Kai memejamkan matanya, merasakan panas air mata di wajahnya, sementara rasa sakit terus menikam dadanya. Kai menarik napas dalam, membuka matanya dan berbalik untuk menatap Eris dari jendela kecil di pintu ruang rawatnya.

"Aku mencintaimu, Eris. Kenapa kau melakukan ini padaku? Kenapa kau membiarkan aku melakukan ini padamu?" ucap Kai sedih. "Aku ... selalu mencintaimu ..."

***

Kai melangkah meninggalkan rumah sakit, berkali-kali ia tertabrak para dokter dan perawat yang berlarian di koridor. Tapi Kai tidak lagi bisa peduli. Tak ada yang ia pedulikan saat ini. Bahkan meskipun ia mati, ia juga tidak peduli. Pikirannya masih penuh akan Eris.

Kenangan demi kenangan yang ia lewati bersama Eris, berputar dalam kepalanya. Dan semuanya, terasa sangat menyakitkan. Saat ini, Kai mengutuk pertemuan pertamanya dengan Eris. Ia mengutuk perasaannya yang begitu dalam dan egois pada Eris.

Wolf and The Beauty (End)Where stories live. Discover now