48 - Her Tears

73 19 1
                                    

48 – Her Tears

"Bagaimana kau bisa melewati hidupmu selama ini bersama orang sepertinya?" Eris berbicara pelan pada Selyn yang lelap di sebelahnya. "Kenapa dia melakukan ini padaku? Mengacaukan hatiku, lalu mendorongku pergi tanpa bertanggung jawab. Apa yang dia inginkan?

"Kenapa dia selalu membicarakan masa depanku, hidupku, seolah dia tahu apa yang terbaik bagiku? Dia bahkan tak tahu apa yang kurasakan. Kenapa dia harus selalu memutuskan apa yang harus kulakukan dengan hidupku?

"Tidak bisakah dia bersama denganku? Jika dia memang begitu ingin mengatur hidupku, dia harus terlibat di dalamnya. Kenapa dia harus sekejam itu? Kenyataan bahwa kami berbeda, itu sudah cukup menjadikan alasan baginya untuk menjauhkan aku darinya. Jika sudah begini, bukankah percuma jika aku mengungkapkan perasaanku padanya? Itu akan membuatnya semakin menjauhkanku darinya. Apa yang harus kulakukan untuk membuatnya mengijinkanku tinggal di sisinya?" Eris menangis tanpa suara, tak ingin membangunkan Selyn yang sudah tertidur, atau terdengar Kai di luar sana.

Sesak yang menyakitkan menghimpit dadanya, menghancurkan hatinya. Eris mencengkeram erat selimutnya, membiarkan air matanya mengalir tanpa henti. Mencintai seseorang untuk pertama kalinya, ia tak pernah menyangka harus sesakit ini. Jika tahu akan seperti ini, seharusnya sejak awal Eris tidak membiarkan hatinya jatuh pada Kai begitu saja.

"Aku mencintaimu, Kai. Apa yang harus kulakukan sekarang? Aku harus bagaimana?" isakan Eris teredam bantalnya.

Pada akhirnya, Kai tidak akan pernah menginginkan Eris dalam hidupnya. Hanya karena Eris manusia, dan Kai tidak bisa melepaskan kewajibannya. Dan mereka tidak akan pernah bisa bersama. Selamanya.

***

Aroma lezat daging panggang menyentuh penciuman Eris, membuat indranya terbangun dengan cepat. Seketika, matanya terbuka. Ia beranjak duduk, merasa sedikit pusing karena menangis semalaman hingga tertidur. Sinar matahari menerobos jendela kamar Selyn. Di sebelahnya, Selyn sudah tidak ada. Perlahan, Eris bangkit dari tempat tidur, mengucek matanya seraya melangkah keluar kamar.

"Kau sudah bangun?" suara itu membuat Eris tersentak kecil. Ia menoleh ke sumber suara dan mendapati Kai duduk di sofa, menatap lurus ke layar televisi.

"Hm," sahut Eris pendek, lalu ia melangkahkan kakinya ke dapur, sumber aroma lezat yang membangunkannya. Ia mengerutkan kening ketika tak ada siapa pun di sana. Tapi dari jendela, ia melihat Selyn melambaikan tangannya dari luar.

Eris tak dapat menahan senyum lebarnya ketika berlari keluar, melihat Selyn di belakang pondok, memanggang daging bersama Nyle dan yang lain. Ketika Selyn mengangkat sepotong daging dan memamerkannya pada Eris, Eris bersorak.

Eris berjalan cepat ke tempat Selyn, menatap daging di atas panggangan yang tampak begitu lezat. Eris menelan ludah. Ia menatap Selyn yang tersenyum padanya, lalu gadis itu mengulurkan sepotong kecil daging padanya. Dengan penuh semangat, ia membuka mulutnya, membiarkan Selyn memasukkan potongan daging itu ke mulutnya.

Eris tersenyum semakin lebar setelah menelan daging pertamanya hari itu. Ia menatap daging yang masih di panggangan dengan tatapan lapar. Dengan tak sabar, Eris mengambil sepotong daging, tapi Selyn menahan tangannya, membuat Eris mengerucutkan bibirnya protes.

"Masih panas, Eris," kata Selyn sabar.

"Tapi aku lapar," rengut Eris.

"Bagaimana jika kau mandi sementara aku menyiapkannya untukmu?" tawar Selyn.

Eris menghela napas. Ia menatap daging di depannya itu, sedikit tak rela, tapi akhirnya ia mengalah. Iapun berbalik dan kembali masuk ke pondok, berpapasan dengan Kai di pintu, tapi ia tak menghentikan langkahnya dan terus berjalan masuk.

Wolf and The Beauty (End)Where stories live. Discover now