49 - A Goodbye

106 22 4
                                    

-14-

Only You

Cinta tidak selalu tentang kata-kata

Cinta hanya akan muncul

Sederhana dan begitu saja

49 – A Goodbye

"Mulai saat ini, jangan pernah temui aku atau teman-temanku lagi di luar sekolah. Bahkan jika kita bertemu di sekolah, anggap saja kita tidak pernah saling kenal. Mulai saat ini, jangan pernah ikut campur dalam urusan keluargaku. Menjauhlan dari keluargaku. Karena mulai saat ini, kita putus. Tidak ada lagi ikatan antara kita, dan tidak ada alasan bagi kita untuk bertemu atau bersama lagi. Mulai saat ini, jalanilah hidupmu tanpa aku dan keluargaku, lanjutkanlah hidupmu seolah kami tak pernah ada di sana. Sejauh mungkin, pergilah dari hidupku."

Kata-kata Kai itu seolah membunuh Eris dari dalam. Rasa sakitnya menyebar cepat, seperti racun. Tubuh Eris mendadak lemas, pijakannya goyah. Dibandingkan saat ini, Eris lebih memilih jika Kai membunuhnya dengan cepat, seperti yang nyaris dia lakukan padanya beberapa bulan lalu. Ya, itu jauh lebih baik. Setidaknya, rasa sakitnya akan berakhir dengan cepat.

Tapi rasa sakit ini ... Eris tak tahu kapan, atau bagaimana akan berakhir. Ketika punggung Kai menjauh, dan semakin jauh, Eris merasakan kekosongan yang menyakitkan di hatinya, di hidupnya. Ketika akhirnya Kai menghilang dari pandangannya, Eris tak sanggup lagi menahan beban tubuhnya.

Eris terjatuh ke lantai, tatapan nanarnya tertuju pada satu titik tempat terakhir kali ia menatap Kai tadi. Air matanyapun mendesak di pelupuk matanya, rasa sakit perlahan melumpuhkannya, membunuhnya. Ia harus tetap kuat. Tapi saat ini, ia bahkan tak bisa menahan air matanya.

"Kai ..." suara Eris bergetar tatkala nama itu terucap dari bibirnya. "Kai ..." Eris mulai terisak. Sakit. Ini benar-benar sakit. "Jangan pergi ..." isak Eris. "Jangan pergi ..." Eris menangis tersedu di sana, sendirian, menyedihkan. Eris ingin berhenti menangis, tapi air matanya terus saja mengalir di luar kendalinya. Air matanya tak mau berhenti.

Tapi bahkan, sampai air matanya kering pun, rasa sakit ini tidak akan pernah berkurang. Rasa sakit ini seolah melumpuhkan tubuh Eris. Saat ini, rasanya seluruh waktu di dunia ini berhenti. Hidup Eris, seolah berhenti di sini. Seperti ini. Tanpa Kai, Eris tak bisa menatap bagaimana hidupnya setelah ini.

Sebelumnya, Eris tak pernah benar-benar memikirkan ini. Tapi saat ini, ketika akhirnya ia harus menjalaninya juga, ia hanya tahu bahwa hidupnya setelah ini tak akan sama lagi. Tak akan pernah sama lagi.

***

"Hari ini pengumuman kelulusan. Kau akan pergi ke sekolah?" tanya Gavin yang baru saja duduk di sebelah Kai.

Kai menoleh, mengerutkan kening. "Hari ini?"

"Ya, hari ini," jawab Gavin sabar.

Kai tercenung. Itu berarti ... sudah dua minggu ia melepaskan Eris. Ia benar-benar beruntung karena tidak harus bertemu dengan Eris di sekolah karena offnya kegiatan mereka selama menunggu pengumuman hasil ujian. Hanya saja, sejak hari ia melepaskan Eris, ia tak lagi merasa hidup, tak lagi peduli pada waktu.

Sejak Kai membiarkan Eris pergi, semuanya tampak sama saja, tak berarti. Ia sudah tak ingat berapa hari ia tak tidur, ia sudah tak ingat berapa lama ia tak makan. Ia hanya ... tidak mengantuk, ataupun lapar. Tapi yang lebih membuatnya takjub adalah, bagaimana waktu di hidupnya seolah ikut berhenti di hari yang sama ketika ia melepaskan Eris. Saat itu, waktunya, hidupnya, seolah ikut berhenti, dan bahkan tak berarti.

Kai tak lagi peduli apa yang terjadi pada dunianya sejak ia melangkah keluar dari hidup Eris. Selama ia tahu Eris aman, ia tak peduli yang lainnya. Selama ia jauh dari Eris, yang lain tak penting lagi. Ia bahkan tak peduli akan rasa sakit yang dengan pasti membunuhnya ini.

Wolf and The Beauty (End)Where stories live. Discover now