56 - The Seal Started to Open

99 21 3
                                    

56 – The Seal Started to Open

Mata abu-abu itu menatapnya dari kegelapan. Eris bahkan tidak sadar jika kakinya sudah melangkah menghampiri sosok misterius di kegelapan itu. Tapi ketika Eris tiba di tempat sosok misterius itu berdiri, ia hanya mendapati dirinya, seorang diri, di sana, di tengah kegelapan.

Eris memutar tubuhnya dan terkesiap mendapati pepohonan yang mengelilinginya. Ini ... hutan? Bagaimana ia bisa berada di sini? Eris kembali menatap ke depan dan kini ia berada di tengah lapangan kecil di sana, di tengah hutan itu. Perlahan, cahaya menerobos kegelapan.

Eris mendongak, menemukan bulan yang baru saja muncul dari persembunyiannya di balik awan. Eris mendesah kagum menatap bulan di atas sana. Bulan purnama.

Tempat ini ... pemandangan ini ... bagaimana Eris bisa berada di sini? Apakah Eris pernah datang ke tempat ini sebelumnya?

"Berjanjilah, kau tidak akan pernah kembali ke hutan ini, apa pun yang terjadi."

Suara itu tiba-tiba muncul di kepala Eris. Sontak Eris mengedarkan pandang ke sekelilingnya, mencari tahu siapa yang berbicara padanya. Tapi ia hanya melihat pepohonan yang gelap di sekelilingnya.

Suara itu ... Eris pernah mendengarnya sebelumnya. Eris memutar otak, berusaha mengingat-ingat di mana dan kapan ia mendengarkan suara itu. Tapi kemudian, rasa sakit menusuk kepalanya, membuatnya berteriak kesakitan, sebelum akhirnya terjatuh di atas tanah yang dingin.

***

Oksigen kembali mengisi paru-paru Eris ketika ia membuka mata. Perlahan ia beranjak duduk. Samar ia merasakan rasa sakit di kepalanya. Mimpi tadi ... hanya mimpi, kan? Tapi ... suara tadi ...

"Kau sudah bangun?" Alia terdengar terkejut ketika ia masuk ke kamar Eris pagi itu.

Eris melirik jam yang bahkan masih belum jam enam. Elin benar. Alia lebih banyak menghabiskan waktunya untuk mengurus Eris daripada keluarganya. Alia ... selalu ada di sisinya, bahkan sebelum ia sadar dari koma. Mendadak, Eris penasaran, kenapa Alia melakukannya? Dia bahkan tidak mengenal Eris. Melakukan semua itu untuk Eris ... kenapa dia melakukannya?

"Apa yang terjadi? Kau tanpak sedikit pucat," kata Alia seraya menghampiri Eris. "Kau berkeringat," lanjutnya seraya mengambil tissue untuk mengusap keringat di kening Eris.

"Aku bermimpi," gumam Eris.

Eris bisa merasakan kewaspadaan Alia. Gadis itu meraih tangan Eris dan mengenggamnya lembut. "Kau ... bermimpi?"

Eris mengangguk. Sebelum ini, ia tidak pernah bermimpi. Ia selalu tidur dengan nyenyak, tanpa mimpi. Mungkin karena ia tidak bisa mengingat apa pun. Mungkin karena kerusakan parah di kepalanya. Entah. Yang Eris tahu, ini adalah pertama kalinya ia bermimpi.

"Aku berada di hutan, di tengah hutan, di bawah sinar bulan purnama," urai Eris. "Lalu aku mendengar seseorang memintaku berjanji untuk tidak pernah datang ke hutan itu lagi, apa pun yang terjadi. Hutan itu ... aku sudah pernah berada di sana, kan? Tapi ... di mana hutan itu? Bagaimana aku bisa berada di sana?"

Entah hanya perasaan Eris saja, atau memang ia sempat melihat wajah Alia memucat, sebelum kemudian gadis itu tersenyum dan berkata, "Itu hanya mimpi, Eris."

Eris menghela napas berat. "Itulah," gumamnya muram. "Aku tidak pernah bermimpi sebelum ini. Kurasa, entah bagaimana dan kenapa, aku pernah berada di hutan itu. Dan ... suara yang berbicara padaku dalam mimpiku itu, aku mengenalinya. Aku ... pernah mendengar suara itu."

Alia tersenyum canggung. "Kau ... mungkin mendengarnya di suatu tempat saat kau pergi untuk terapi dan check up ke rumah sakit," jelasnya.

Eris tersenyum ketika mengangguk. "Sepertinya begitu. Lagipula, kenapa aku bisa berada di hutan seperti itu?"

Wolf and The Beauty (End)Where stories live. Discover now