Bab 11 - Bertemu Lagi

14.3K 2.2K 78
                                    

SUDAH empat hari berlalu semenjak acara barbekyu. Nora bersyukur, tiga hari adalah jadwal kuliah online. Ia hanya absen satu hari karena kakinya yang terkilir. Mungkin seharusnya ia istirahat selama seminggu penuh. Namun hari ini Nora bertekad masuk kuliah. Lagipula luka di kakinya tidak terlalu parah. Dan beruntung Paige sudah kembali. Sepupunya itu dengan senang hati mengantarnya ke kampus.

"Dasar, bagaimana bisa kau seceroboh itu."

"Sudahlah, lagian tidak terlalu parah." Nora mendengkus sebal sambil mengalihkan pandangan ke luar jendela.

"Lalu bagaimana dengan acara barbekyunya?" Paige melirik sekilas Nora yang masih asik menatap pohon-pohon di sepanjang jalan.

"Hm, biasa saja," gumam Nora. "Ya, meskipun tetanggaku sepertinya lebih banyak dari sebelumnya."

Paige tiba-tiba tersenyum miring. "Apa ada cowok keren di sana? Kalau ada, kenalkan padaku!"

Tiba-tiba saja Nora teringat sosok Trevor. "Ya ... sepertinya ada." Alis gadis itu mengkerut bingung. "Tapi mereka agak ... aneh."

"Mereka?!" Mendadak Paige menghentikan mobilnya dengan raut heboh.

"Paige! Kau ingin membunuhku ya?!" Nora yang terkejut langsung saja memekik keras. Jantungnya hampir saja meloncat keluar jika saja mereka tidak berhenti tepat di lampu merah.

"Hehe, maaf." Paige memberikan cengiran khasnya, membuat Nora ingin sekali menjitak kepala gadis itu. Kebiasaan Paige yang terlalu berlebihan dalam menanggapi sesuatu.

Namun, Nora mengatakan yang sebenarnya, tentang apa yang ia rasakan pada tetangga barunya. Mereka memang terlihat biasa-biasa saja, tapi Nora merasa aura tetangga barunya sedikit berbeda.

"Kita sudah sampai, Nyonya." Paige berkata dengan nada mengejek.

"Aku masih muda dan aku sejak tadi duduk di sampingmu, jadi jangan berlebihan!" Nora mendengkus sambil membuka pintu mobil. Paige di belakangnya hanya bisa terkikik geli.

Tidak hanya sampai depan kampus, Piage bahkan mengantar Nora ke dalam fakultasnya. Ketika sampai di depan kelas, ia melihat Vanya dan Jeany sedang berbincang. Entah apa yang mereka bicarakan, tapi mata kedua gadis itu tertuju ke arah yang sama.

"Kalian sedang membicarakan apa?" Paige membuka suara lebih dulu. Meskipun ia beda fakultas, tapi mereka berempat telah berteman sejak SMA.

"Kebetulan sekali ada Nora!" Vanya berseru dengan antusias. "Lihat di sana, itu Lucas," tunjuk Vanya pada seorang lelaki berambut pirang yang sedang berjalan bersama salah satu temannya.

"Wah benar!" Paige tanpa permisi berseru dengan semangat. "Sejak dulu kau tidak pernah berbicara dengannya, ayo cepat datangi dia!" Tanpa belas kasihan, Paige langsung mendorong Nora, melupakan kaki sepupunya yang terkilir.

"Hah?! Tidak! Aku tidak mau!" Nora segera menghindar dari serangan Paige.

"Kau harus mencobanya Nora. Sampai kapan kau akan melihatnya dari jauh?" Raut wajah Vanya nampak kesal. Gadis berambut hitam itu berkacak pinggang, persis seperti ibunya ketika tak ingin dibantah.

"Aku memang suka pada Lucas, tapi bukan berarti aku ingin berbicara dengannya!"

"Kau ini aneh sekali!" Paige menyela dengan cepat. "Mana ada gadis yang tak ingin berbicara dengan cowok yang dia suka!"

Dalam hati Nora mengutuk sepupunya itu. Bisa-bisanya Paige berbicara tanpa tahu apa yang dia rasakan. Nora memang suka pada Lucas, tapi dia tak pernah mengharapkan lebih. Nora hanya suka memandang Lucas dari jauh.

"Lucas!" teriak Jeany tiba-tiba. Sontak ketiga temannya melotot tak percaya, apalagi Nora. Ia gelagapan melihat Lucas menoleh dan berjalan mendekati mereka saat Jeany melambaikan tangan.

"Apa yang kau lakukan Jeany?!" bisik Nora dengan tangan mengepal. Ia menahan-nahan untuk tidak menjambak rambut temannya itu.

"Memanggilnya tentu saja," ucap Jeany kelewat datar.

"Dia datang! Dia datang!" Vanya mendadak antusias, tak kalah heboh dengan Paige.

Sekarang Nora tak tahu apa yang harus ia lakukan. Hal seperti ini tak pernah ada dalam kamus khayalannya. Nora tak punya persiapan untuk menghadapi Lucas. Bagaimana jika Lucas menganggap Nora aneh. Apalagi Nora tak tahu bagaimana penampilannya sekarang.

"Nora?"

Keempat gadis itu sontak menoleh ke asal suara, tepat di belakang Nora. Suara datar dan dingin yang khas, mata Nora langsung melebar mendapati seorang pemuda bermata amber dengan rambut hitam legam.

"T-Trevor?"

Trevor tak menunjukkan ekspresi selain datar. Pemuda itu hanya berdiri menatap Nora yang kini terlihat terkejut.

"Bagaimana bisa kau ada di sini?!" Nora tak tahu apakah pertemuan mereka saat ini hanyalah kebetulan. Namun, rasanya ia terlalu sering bertemu Trevor. Pemuda itu akan dengan tiba-tiba berada di hadapannya. Seperti kemarin, ia melihat Trevor ada di halaman depan rumahnya, membantu Meera menanam bunga.

"Aku kuliah di sini." Trevor masih fokus menatap Nora, bahkan ia tak mempedulikan pandangan intens dari tiga orang asing di depannya.

"Dia siapa?" tanya Vanya.

"Oh, ini Trevor, tetanggaku." Nora tersenyum kikuk pada teman-temannya. Mata gadis itu tiba-tiba melebar saat Lucas sampai di tempat mereka dan nampak sedang bertanya pada Jeany perihal panggilannya tadi.
"Nora, bisakah kau mengantarku ke ruang administrasi. Aku tidak tahu di mana tempatnya." Trevor melirik sekilas dengan tajam pada Lucas yang sempat menoleh ke arahnya.

"Te-tentu!" Nora segera menatap Trevor. Sebenarnya ia hanya menghindari berpandangan dengan Lucas. Rasanya ia malu tanpa alasan yang jelas. "Aku pergi mengantar Trevor dulu."

Nora menatap sekilas pada teman-temannya. Senyum canggung masih ada di bibir Nora, terlebih saat ia melihat tatapan ketiga temannya yang menuntut penjelasan. Cepat-cepat ia berbalik, tak ingin melirik Lucas lagi yang hari ini nampak keren. Trevor yang tadi di sampingnya segera berjalan mengikuti, sesekali ia menawarkan lengannya sebagai pegangan Nora, tapi gadis itu menolak.

***

Rambut abu-abu itu bergerak seirama. Kaos putih pendek yang terusik oleh angin serta celana hitam panjang yang terlihat pas. Mata biru Rodel memicing saat kakinya semakin memasuki hutan. Jauh di depan sana, ia melihat Theo beserta dua saudaranya berdiri di dekat sebuah pohon.

"Datang juga." Neil tersenyum miring. Vera yang tadi menyandarkan punggungnya di pohon seketika berdiri tegak.

"Jadi, apa keputusanmu?" Theo berkacak pinggang dengan senyuman lebar, ciri khas pria itu.

"Besok aku akan kembali ke rumah majikanku." Rodel menatap tajam. Raut wajahnya begitu serius. "Saat itu akan kutanyakan masalah ini pada teman-temanku. Jika tiga hari aku tidak kembali, maka perjanjian kita batal, artinya aku menolak."

Theo sempat terdiam. Ia tak tahu apa yang sedang dipikirkan Rodel sampai membuat ekspresi seperti itu, tapi setidaknya ia sedikit mengerti.

"Baiklah." Theo menaikkan kedua alisnya. "Kami menunggumu."

—Bersambung—

Cerita ini masuk ke dalam daftar Pemenang Wattys 2018 dengan kategori The Worlbuilders 😍😍😍 terima kasih atas dukungan kalian semua 😘😘😘

Setelah mendapat pencapaian luar biasa seperti ini, aku tentunya ga mau ngasih cerita yang setengah-setengah 😃 apalagi COMP masuk dalam kategori The Worlbuilders jadi semakin semangat untuk memantapkan dunia Pengubah Wujud di cerita ini 😄

Jadi, tolong dimaklum kalau cerita ini lama updatenya. Ada beberapa yang harus aku pikirkan kembali, terutama pembangunan dunianya 😆

Jangan lupa vote dan comment ya ฅ'ω'ฅ meow

Salam fiksi, Saelsa White

City of Moroney PackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang